Bagaimana Pemimpin dan Tim Dapat Melepaskan Bersama

Tima Miroshnichenko, Pexels
Mengapa organisasi perlu menyediakan ruang untuk melepaskan
Di dunia kerja saat ini, kita dikelilingi oleh tuntutan untuk belajar lebih cepat dan terus-menerus beradaptasi dengan perubahan. Namun, hanya sedikit pemimpin yang mau berhenti sejenak dan bertanya: “Hal apa yang sebenarnya perlu kita lepaskan? Asumsi, kebiasaan, atau respons otomatis apa yang masih kita pertahankan padahal sudah tidak bermanfaat lagi, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang-orang di sekitar kita?”
Selama lebih dari dua puluh tahun meneliti proses pembelajaran, serta sepuluh tahun mendampingi pemimpin senior, kami menemukan pola yang terus berulang. Organisasi menghabiskan begitu banyak waktu, tenaga, dan sumber daya dalam percakapan yang bersifat performatif, namun jarang benar-benar menyentuh inti persoalan. Performatif di sini tidak hanya berarti dangkal, meski itu juga sering terjadi. Maksudnya adalah percakapan yang hanya berfokus pada tujuan kinerja dan penyelesaian tugas, seakan-akan masalah utama sedang dibahas, padahal sesungguhnya menghindari ketegangan lebih dalam tentang bagaimana orang berhubungan dengan dirinya, dengan orang lain, serta dengan organisasinya. Hal ini bukan semata kegagalan kepemimpinan, melainkan akibat dari kecenderungan menyamakan pengembangan dengan proses belajar sebagai penambahan pengetahuan.
Baca Juga: 3 Cara Membangun Organisasi yang Agile
Edgar Schein melalui karyanya tentang melepaskan (unlearning) mengingatkan bahwa pengembangan sejati hanya mungkin terjadi jika seseorang berani meninggalkan asumsi lama serta respons yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga pola baru bisa tumbuh. Namun, dalam praktiknya banyak organisasi masih lebih menekankan pada penambahan pengetahuan dan keterampilan baru, sebuah pendekatan belajar yang berorientasi pada kinerja, daripada menciptakan ruang untuk percakapan pengembangan yang berani menantang pola pikir yang ada.
Ketika pemimpin memberi waktu untuk membantu orang lain melepaskan, itu bukan berarti memperlambat kinerja. Sebaliknya, tindakan tersebut justru membangun kejernihan dalam hubungan dan menumbuhkan kepercayaan. Hal ini bukan sekadar sarana untuk menciptakan inovasi, melainkan fondasi dari pembelajaran yang lebih dalam. Jenis pembelajaran ini memungkinkan kita untuk melepaskan sekaligus mempelajari kembali hal-hal penting tentang diri sendiri dan orang lain melalui interaksi bersama. Tanpa adanya percakapan seperti ini, jurang keterpisahan akan tetap ada, energi tersalurkan ke arah yang keliru, pembelajaran menjadi terhambat, dan akhirnya melemahkan potensi manusia serta hasil bisnis.
Melepaskan sebagai praktik sosial
Organisasi adalah sebuah sistem hidup yang dinamis dan saling bergantung. Namun, proses melepaskan tidak terjadi pada tataran abstrak, melainkan dalam cara orang memahami, memaknai, serta berkomunikasi satu sama lain dari waktu ke waktu. Jika praktik melepaskan hanya dibatasi pada sesi coaching eksternal atau program kepemimpinan yang terpisah tanpa tindak lanjut, hasilnya akan berjalan lambat dan rapuh. Sebaliknya, jika hal ini diperluas dan diterapkan secara sengaja dalam rapat tim, percakapan pribadi, maupun interaksi informal, maka melepaskan akan menjadi sebuah kebiasaan yang memperkuat kapasitas individu, membangun kepercayaan antar relasi, serta membentuk budaya organisasi.
Kami melihat hal ini secara nyata dalam pengalaman bersama para pemimpin yang kami bimbing. Emmanuel, seorang pemimpin senior di perusahaan konstruksi global, mulai menggunakan pertanyaan pemicu untuk melepaskan yang kami susun bersama. Ketika ia merasa ada sesuatu yang tidak sepenuhnya berjalan baik, ia menutup laporan tugas rutin dengan bertanya apakah semua benar-benar baik-baik saja. Ia juga mengajukan pertanyaan spesifik seperti: “Adakah hal yang memperlambatmu?” atau “Adakah sesuatu yang menghalangi jalanmu?”
Sebelumnya, nalurinya adalah langsung turun tangan memperbaiki masalah ketika mendengar jawaban. Namun, pertanyaan-pertanyaan tersebut memberinya apa yang ia sebut sebagai “pintu masuk”, yang memungkinkan dirinya membuka percakapan lebih mendalam tanpa melewati batas. Ia belajar untuk bertahan dalam pertanyaan terbuka yang memberi ruang bagi timnya melepaskan asumsi, kekhawatiran, serta tuntutan perfeksionisme.
Dalam sebuah pertemuan pribadi, salah satu anggota tim berbagi kepada Emmanuel bahwa ia kewalahan dengan tenggat waktu yang saling bersaing, tetapi ragu meminta bantuan. Ketegangan kecil ini berkembang menjadi percakapan selama 45 menit tentang tekanan untuk terlihat mandiri. Emmanuel menahan diri untuk tidak langsung memberikan solusi. Sebaliknya, mereka menelusuri hal-hal yang dapat dilepaskan. Pada akhirnya, anggota tim merasa lebih ringan sekaligus lebih jelas dalam menentukan prioritas dan cara berkomunikasi. Meski percakapan itu tidak membahas deliverables, Emmanuel mencatat bahwa pada pertemuan berikutnya anggota tim datang lebih siap, terbuka, dan proaktif dalam mencari dukungan.
Baca Juga: Membangun Mindset Pemenang dalam Tim
Contoh lain datang dari Theodora, pemimpin senior di sebuah perusahaan energi global, yang menggunakan pertanyaan pemicu dengan pendekatan berbeda. Ia menambahkan topik “Apa yang bisa kita lepaskan?” dalam agenda rapat tim. Di awal pertemuan, ia menjelaskan bahwa pertanyaan ini bisa mencakup diri pribadi, tim, orang lain, hingga operasi. Ia meminta setiap orang menyebutkan sesuatu yang menurut mereka “menghalangi” atau “memperlambat”.
Pada awalnya, tim hanya mengangkat topik yang lebih ringan, seperti kendala pada integrasi alat baru atau kesulitan menghadapi pemangku kepentingan tertentu. Namun, setelah Theodora berbagi pengalamannya melepaskan kebiasaan menahan diri saat berkomunikasi dengan atasannya, tim mulai lebih terbuka dan berani membicarakan ketegangan dalam diri maupun di antara satu sama lain. Dalam sebuah rapat, percakapan singkat berkembang menjadi diskusi mendalam mengenai ketidakjelasan peran pengambilan keputusan, yang sebagian berasal dari gaya kepemimpinan Theodora, serta perasaan terpinggirkan dari diskusi penting. Suasananya memang tidak nyaman, tetapi jelas bahwa masalah ini perlu diungkapkan. Semua akhirnya sepakat untuk melanjutkan proses tersebut. Walau agenda lainnya tidak sempat dibahas, pertemuan selanjutnya berjalan dengan kolaborasi yang lebih ringan.
Kerangka praktis
Bagi pemimpin atau manajer yang ingin menjadikan melepaskan sebagai bagian dari ritme tim, berikut kerangka sederhana yang dapat langsung digunakan.
Langkah 1: Beri sinyal momen khusus
Gunakan isyarat yang jelas untuk mengubah fokus percakapan dari memberi solusi menuju eksplorasi. Misalnya:
- Mari kita pikirkan apa yang bisa kita lepaskan sebelum melanjutkan.
- Apa yang sedang menghalangi kita saat ini?
- Saya merasakan ada ketegangan. Apakah ini waktu yang tepat untuk membicarakannya lebih dalam?
Berhentilah dengan sengaja untuk membuka ruang munculnya ekspresi tulus atas kebingungan, frustrasi, maupun kecemasan.
Langkah 2: Ciptakan ruang, jangan langsung memperbaiki
Dorongan untuk segera menyelesaikan masalah biasanya sangat kuat. Namun, percakapan mengenai melepaskan berfokus pada refleksi. Ajukan pertanyaan seperti:
- Apa yang paling sulit untuk ditinggalkan?
- Apa risikonya jika kamu melepaskannya?
- Ketegangan apa yang saat ini kamu rasakan?
Dengarkan tanpa mengarahkan. Bertahanlah dalam rasa ingin tahu meskipun terasa tidak nyaman.
Langkah 3: Bangun kembali dengan kesadaran
Setelah ketegangan terungkap, bimbing percakapan ke arah solusi. Tanyakan:
- Apa yang terasa lebih ringan sekarang?
- Jalan baru apa yang terbuka?
- Hal apa yang ingin kamu bawa dari percakapan ini?
Langkah ini membantu memastikan bahwa proses melepaskan menghasilkan kejernihan dan arah yang lebih terfokus.
Baca Juga: Berani Menolak Pekerjaan Demi Prioritas
Mengapa melepaskan bersama mengubah manusia
Ketika pemimpin memulai percakapan semacam ini, mereka menormalkannya di seluruh organisasi. Dampaknya nyata, percakapan menjadi lebih proaktif sebelum masalah membesar. Hal ini juga membuka ruang bagi umpan balik jujur yang mendorong pembelajaran bersama, bukan frustrasi yang dipendam.
Dengan cara ini, energi dapat dipulihkan, talenta bisa dipertahankan, dan keterputusan dapat diminimalkan. Yang lebih penting, melepaskan menciptakan interaksi yang lebih hidup dan jujur. Hal ini membantu orang lebih cepat fokus pada inti pekerjaan, sekaligus memanusiakan tempat kerja melalui pembangunan kembali kepercayaan dan kejernihan relasi.
Faktanya, pemimpin dan tim sering kali sibuk tampil baik di permukaan, berfokus pada tugas dan hasil, namun menghindari ketegangan pada level proses yang justru menghambat kemajuan. Ini bukan kesalahan siapa pun, tetapi menjadi tanggung jawab setiap pemimpin untuk menciptakan kondisi yang mendukung percakapan berbeda. Kadang, semua yang dibutuhkan hanyalah pertanyaan yang tepat, undangan yang sesuai, serta ruang yang aman.
Seperti yang ditunjukkan Edgar Schein melalui konsep melepaskan dan pertanyaan rendah hati, pengembangan sejati dimulai ketika kita berani meninggalkan pola pikir lama dan memberi tempat bagi perspektif orang lain. Melepaskan bukan memperlambat, melainkan justru memungkinkan kita melangkah lebih jauh dengan kejernihan, energi, serta koneksi yang lebih kuat.
Kepemimpinan
Tags: Jadilah Seorang Pemimpin, Kepemimpinan Tanpa Batas, Konsultasi, Pertumbuhan, Sifat Positif
Annie Peshkam adalah pengajar sekaligus direktur Initiative for Learning Innovation and Teaching Excellence (iLITE) di INSEAD.
David Dubois adalah Associate Professor bidang Pemasaran di INSEAD.