Burnout: Ketika Stres Menjadi Teman Sehari-hari dan Bagaimana Cara Mengatasinya

Rasanya seperti otakmu sudah penuh sesak dengan tugas dan deadline, tubuhmu capek, tapi pekerjaan masih saja nggak selesai. Kamu merasa seperti nggak ada habisnya dan kadang muncul pertanyaan di kepala: “Apa aku masih bisa terus seperti ini?” Itu dia, burnout. Saat kamu sudah lelah secara fisik, emosional, dan mental karena tekanan yang terus-menerus. Masalah ini bukan hanya milik para pekerja kantoran atau pengusaha, tapi bisa menimpa siapa saja, dari mahasiswa hingga ibu rumah tangga.
Di buku Burnout: The Secret to Unlocking the Stress Cycle karya Emily Nagoski dan Amelia Nagoski, kita diajarkan bahwa burnout bukan hanya soal lelah, tetapi lebih tentang ketidakmampuan untuk menyelesaikan siklus stres. Buku ini membahas apa yang terjadi di balik kelelahan mental yang kita rasakan dan memberi kita cara-cara praktis untuk mengelola stres dengan lebih sehat.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Buku Ini?
Burnout adalah fenomena yang semakin sering dibicarakan belakangan ini. Data dari World Health Organization (WHO) bahkan menyebutkan bahwa burnout sekarang diakui sebagai masalah kesehatan. Ini bukan hanya soal merasa lelah, tetapi tentang kerusakan yang terjadi pada tubuh dan pikiran saat stres terus-menerus dibiarkan tanpa penanganan yang tepat. Buku ini memberi banyak pelajaran tentang cara mengelola stres dan burnout, terutama dengan cara-cara yang lebih sehat dan berkelanjutan.
1. Burnout Bukan Karena “Kurang Kuat” tapi Siklus Stres yang Tidak Selesai
Menurut Nagoski bersaudara, burnout bukan hanya masalah kerja keras atau kurang tidur. Ini adalah hasil dari siklus stres yang tidak selesai. Saat kita mengalami stres, baik karena pekerjaan, tugas kuliah, atau masalah pribadi, tubuh akan merespons, misalnya dengan produksi hormon kortisol. Namun, tanpa penyelesaian atau cara untuk meredakan stres tersebut, tubuh tetap berada dalam kondisi siaga yang menyebabkan kelelahan kronis. Dalam studi yang diterbitkan di American Journal of Public Health, para peneliti menemukan bahwa burnout yang tidak ditangani dapat berujung pada gangguan fisik dan psikologis serius, termasuk penyakit jantung dan depresi. Artinya, stres yang tidak diselesaikan dengan cara yang sehat bisa merusak tubuh dalam jangka panjang. Jika kamu seorang pengusaha atau karyawan, mulailah untuk mengenali tanda-tanda stres yang tidak diselesaikan. Misalnya, setelah minggu yang penuh pekerjaan, alih-alih melanjutkan ke pekerjaan berikutnya tanpa henti, luangkan waktu untuk merayakan pencapaian kecil atau melakukan aktivitas yang menenangkan, seperti meditasi atau jalan-jalan.
Baca Juga: 6 Cara Tetap Produktif Saat Menghadapi Perubahan
2. Perasaan Bukan untuk Ditekan tapi Dikelola
Salah satu bagian menarik dalam buku ini adalah penekanan pada pentingnya mengalami dan mengelola perasaan. Nagoski bersaudara mengingatkan bahwa ketika mengalami stres atau kelelahan emosional, kita sering kali menekan perasaan, berpikir kalau kita hanya bisa kuat dan terus maju. Padahal, menahan perasaan justru memperburuk situasi. Perasaan yang dipendam akan tetap ada dan akan muncul dengan cara yang lebih destruktif, seperti kecemasan atau depresi.
Coba bayangkan seorang konsultan yang harus menghadapi klien besar setiap hari. Ia merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna, menghindari keluhan, dan menekan emosinya. Tanpa saluran untuk mengelola stres, ia akhirnya mengalami burnout. Setelah membaca buku ini, ia mulai belajar mengelola emosi dengan lebih sehat, seperti melakukan journaling atau berbicara dengan teman dekat tentang perasaan yang selama ini terpendam. Hasilnya, ia merasa lebih lega dan produktif.
3. Dukungan Sosial dan Komunitas Itu Penting
Buku ini juga menekankan pentingnya dukungan sosial untuk mengurangi risiko burnout. Nagoski bersaudara menjelaskan bahwa berkumpul dengan orang-orang yang saling mendukung dapat menjadi pengobatan yang sangat efektif dalam menangani stres. Hal ini sangat penting di dunia yang serba individualistis, di mana kita sering merasa harus melakukan semuanya sendiri. Studi dari Harvard Medical School menunjukkan bahwa hubungan sosial yang baik dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Mereka yang memiliki dukungan sosial cenderung lebih mampu mengatasi stres daripada yang merasa kesepian. Jika kamu mahasiswa yang merasa tertekan dengan tugas kuliah yang menumpuk, coba cari kelompok belajar atau bergabung dengan komunitas yang saling mendukung. Bahkan hanya sekadar berbagi cerita dengan teman bisa membantu meredakan stres yang kamu alami.
3 Takeaways dari Burnout
- Selesaikan Siklus Stres – Burnout bukan hanya soal kerja keras, tetapi tentang bagaimana kita menangani stres yang tidak selesai. Menyelesaikan siklus stres dengan cara yang sehat sangat penting untuk mencegah kelelahan mental.
- Kelola Emosi, Jangan Tekan – Menahan perasaan hanya akan membuatmu semakin stres. Carilah cara untuk mengekspresikan dan mengelola emosimu dengan cara yang sehat, seperti berbicara dengan seseorang atau melakukan aktivitas yang menenangkan.
- Bangun Komunitas Pendukung – Dukungan sosial dan hubungan yang sehat dapat membantu kita mengatasi stres dengan lebih baik. Jangan ragu untuk mencari teman atau kelompok yang saling mendukung.
Waktunya Mengelola Stres Lebih Bijak
Jadi, bagaimana denganmu? Apakah kamu merasa sudah cukup mengelola stres dalam hidup, atau justru membiarkannya menumpuk hingga akhirnya merasa kelelahan? Buku ini mengingatkan bahwa mengelola stres bukan hanya penting untuk kesehatan fisik, tetapi juga untuk kebahagiaan secara keseluruhan. Jangan biarkan burnout menguasai hidupmu, cobalah untuk menyelesaikan siklus stres dengan cara yang lebih sehat dan berdampak positif.
Kepribadian
Tags: Sifat Positif
Agung merupakan seorang konsultan, self-discovery coach, dan trainer yang telah menulis lebih dari 50 buku best seller.