Bagaimana Pemimpin yang Berpengaruh Menyeimbangkan Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan

Sep 14, 2025 5 Min Read
Seorang Pria Merapikan Dasi di Depan Cermin
Sumber:

Cottonbro Studio, Pexels

Bagaimana Anda mengelola waktu Anda?

Henry David Thoreau pernah mengajukan sebuah pertanyaan, “Tidak cukup hanya menjadi sibuk, semut juga sibuk. Pertanyaannya adalah, apa yang kita sibukkan?”

Di era yang serba terhubung dan selalu aktif seperti sekarang, jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi semakin penting. Norma profesional yang menuntut ketersediaan tanpa henti sering kali menyamakan nilai dengan keterlihatan, dan kesibukan dengan komitmen.

Namun, pengaruh seorang pemimpin tidak diukur dari seberapa cepat ia membalas pesan larut malam. Pengaruh justru diukur dari kualitas kehadirannya, kejernihan perspektifnya, serta niat yang mendasari setiap keputusan yang dibuatnya.

Hal ini menuntut kita untuk meninjau kembali bagaimana kita menggunakan sumber daya yang paling terbatas: waktu.

Kita memiliki banyak cara untuk memandang waktu. Misalnya, kita kerap menggunakan uang sebagai metafora. Dari situlah muncul ungkapan seperti “menghabiskan waktu”, “membuang waktu”, “menginvestasikan waktu” atau “hidup dengan waktu pinjaman”.

Logikanya sederhana, begitu waktu digunakan, kita tidak bisa mendapatkannya kembali. Kita tidak bisa menggunakan “waktu masa depan” karena waktu itu belum kita miliki. Jika mengikuti pola pikir ini, maka yang paling penting untuk diperhatikan adalah masa kini. Mengapa? Karena hanya masa kini yang benar-benar pasti kita miliki.

Namun, perspektif ini terasa terlalu suram bagi saya.

Daripada melihat waktu sebagai urutan linear atau mata uang yang bisa dipertukarkan, saya lebih suka membayangkannya sebagai sebuah segitiga. Di mana setiap sudutnya terdapat masa lalu, masa kini, dan masa depan yang menyimpan wawasan serta peluang.

Baca Juga: Kapan Waktu Terbaik untuk Menyerah?

Pemimpin yang mampu menjaga keseimbangan ketiganya akan memimpin dengan kebijaksanaan yang lebih mendalam serta pengaruh yang lebih kuat.

Menengok ke Belakang: Refleksikan Masa Lalu, Jangan Terjebak di Dalamnya

Masa lalu adalah guru. Di dalamnya tersimpan data dari keputusan yang pernah kita buat, kenangan dari kesalahan yang kita alami, serta benih kesadaran diri.

Pemimpin yang berpengaruh memanfaatkan masa lalu sebagai sumber pembelajaran, bukan sebagai tempat untuk menetap. Refleksi membantu kita membangun koherensi dalam narasi. Proses ini memberi kita ruang untuk memahami pengalaman, menguji asumsi, serta memperoleh kejelasan tentang apa yang menjadi pendorong tindakan kita.

Namun, terdapat perbedaan tipis antara merenung dan terjebak dalam pikiran berulang. Ketika kita terjebak, kita tidak pernah sampai pada kesimpulan. Kita hanya memutar ulang skenario yang sama berulang kali, berharap hasilnya berubah.

Sementara itu, refleksi memberi kesempatan bagi otak untuk berhenti sejenak dan meninjau situasi dari berbagai sudut pandang.

Seiring waktu, perspektif kita pun bisa berubah.

Dalam sebuah wawancara antara Bono dan Dr Brené Brown di podcast Unlocking Us, Bono menyinggung lagu balada ikonik Frank Sinatra “My Way”. Ia menjelaskan bahwa “lagu yang sama, ketika dinyanyikan dua puluh tahun kemudian, dapat memiliki makna yang berbeda”.

Saat pertama kali direkam pada tahun 1950-an, lagu itu terdengar berani dan penuh keangkuhan dengan lirik “I did it my way”. Namun, ketika didengar kembali dua dekade kemudian, lirik yang sama terasa lebih sebagai refleksi, bahkan mendekati permintaan maaf. Tidak ada yang berubah dalam aransemen atau nada. Yang berubah hanyalah perspektif. Usia, pengalaman, serta refleksi menata ulang makna.

Itulah yang dilakukan refleksi. Ia tidak hanya mengubah cara kita memandang masa lalu, tetapi juga memperkaya hubungan kita dengan orang lain di masa kini.

Masa lalu bukanlah sesuatu yang kaku. Ia berevolusi seiring kita tumbuh dan berubah. Pemimpin yang berpengaruh tidak hanya meninjau apa yang pernah terjadi, tetapi juga bagaimana pemahaman mereka terhadap hal itu berkembang seiring waktu.

Cobalah ini:

  • Jadwalkan waktu khusus setiap minggu untuk refleksi. Tanyakan pada diri sendiri: Apa yang berhasil? Apa yang tidak? Apa yang saya pelajari?
  • Identifikasi pola berulang dalam keputusan masa lalu. Keyakinan inti apa yang mungkin memengaruhinya?
  • Gunakan jurnal atau diskusi dengan rekan terpercaya maupun pelatih eksekutif untuk mengeksternalisasi pemikiran Anda.

Hadir Sepenuhnya: Tetap Terkait dengan Masa Kini

Dalam dunia yang penuh notifikasi, rapat, serta tuntutan yang saling bersaing, berada di masa kini mungkin terasa seperti sebuah kemewahan. Padahal sebenarnya, ini adalah kebutuhan penting bagi seorang pemimpin.

Masa kini adalah tempat di mana tindakan terjadi. Di sinilah pengaruh dirasakan, hubungan dibangun, dan kemajuan diwujudkan. Namun, banyak pemimpin terjebak dalam dua kesalahan. Ada yang terlalu reaktif hingga gagal merencanakan ke depan. Ada pula yang begitu terfokus pada tugas hingga lupa memperhatikan sisi manusia dalam kepemimpinan.

Kehadiran tidak berarti kesempurnaan. Kehadiran berarti keterhubungan. Saat Anda benar-benar hadir, Anda menunjukkan rasa hormat. Anda memperhatikan hal-hal yang tidak diucapkan. Anda membuat keputusan yang lebih baik karena tidak terburu-buru mengambil kesimpulan.

Kehadiran bagi diri sendiri juga sama pentingnya, karena cara Anda berhubungan dengan pekerjaan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan jangka panjang.

Penelitian dari Psikolog Sosial Robert Vallerand membedakan antara harmonious passion, yaitu ketika pekerjaan terasa memuaskan dan selaras dengan nilai inti, dengan obsessive passion, yaitu ketika pekerjaan mulai mendominasi identitas diri. Pemimpin yang mengembangkan harmonious passion cenderung lebih mampu mempertahankan kinerja, merasa terlibat, serta membangun ketahanan. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh obsessive passion lebih rentan terhadap kelelahan, kehabisan energi, serta kehilangan pengaruh seiring waktu.

Cobalah ini:

  • Mulailah rapat dengan momen singkat untuk saling mengecek. Tanyakan: Apa yang paling penting untuk kita fokuskan hari ini?

Baca Juga: 20 Kebiasaan Sehari-hari untuk Meningkatkan Daya Fokus

  • Luangkan waktu di alam atau lakukan latihan kesadaran singkat. Praktik ini membantu menurunkan kadar kortisol dan meningkatkan performa kognitif.
  • Tetapkan batasan yang jelas mengenai jam kerja. Tidak hanya untuk diri Anda, tetapi juga sebagai teladan perilaku berkelanjutan bagi tim Anda.

Menatap ke Depan: Rencanakan Masa Depan, Jangan Terburu-buru Menggapainya

Pemimpin yang memberi pengaruh dalam skala besar berpikir melampaui saat ini. Mereka membaca tanda-tanda zaman, mengantisipasi tren, serta bersiap menghadapi disrupsi. Mereka membentuk perubahan, bukan sekadar bereaksi terhadap perubahan.

Pendekatan yang berorientasi masa depan membantu menghasilkan wawasan berharga. Hal ini membuka ruang untuk menyelaraskan tujuan dengan pergeseran sosial maupun organisasi yang lebih luas. Pendekatan ini juga memastikan bahwa Anda tidak hanya sekadar mengejar hal yang mendesak, melainkan bergerak dengan tujuan yang jelas.

Namun, jika terlalu berlebihan, fokus pada masa depan bisa berubah menjadi obsesi. Hal ini dapat memicu kecemasan, keterputusan, serta pola pikir “saya akan bahagia jika…”.

Keseimbangan berarti memiliki visi yang cukup untuk memberi inspirasi, tanpa terjebak di dalamnya.

Cobalah ini:

  • Sediakan waktu setiap bulan untuk memantau perkembangan. Tanyakan: Perubahan apa yang sedang terjadi di industri, tim, atau basis pelanggan saya?
  • Tentukan tujuan jangka panjang, lalu tinjau kembali setiap tiga bulan. Apa yang masih relevan? Apa yang perlu disesuaikan?
  • Libatkan orang lain dalam latihan perencanaan visi. Pandangan kolektif membangun rasa memiliki sekaligus meningkatkan kelincahan tim.

Segitiga Waktu dalam Kepemimpinan

Dari ketiga aspek tersebut, di mana Anda paling banyak menghabiskan waktu?

Apakah Anda terlalu larut dalam masa lalu?
Apakah Anda begitu fokus pada masa kini hingga lupa merencanakan masa depan?
Atau justru Anda terlalu terpaku pada masa depan hingga tidak tahu bagaimana menikmati masa kini?

Menyeimbangkan waktu bukan berarti mencapai keseimbangan sempurna setiap hari. Ada hari-hari yang menuntut tindakan cepat, dan ada pula hari-hari yang membutuhkan refleksi mendalam. Yang terpenting adalah, seiring berjalannya waktu, Anda melatih disiplin untuk mampu bergeser di antara ketiganya.

Baca Juga: 3 Cara Menguasai Disiplin Diri

Inilah tarian kepemimpinan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan, sehingga Anda dapat:

  • Menggali kebijaksanaan dari masa lalu.
  • Hadir penuh di masa kini dengan niat yang jelas.
  • Membentuk masa depan dengan pandangan jauh ke depan.

Dalam semua itu, pengaruh tidak hanya terwujud melalui tindakan, tetapi juga melalui kesadaran. Ketika berbicara tentang waktu, pemimpin yang paling berpengaruh bukan hanya mengelolanya. Mereka menghargainya.

Share artikel ini

Alt
Selain ahli di bidang kepemimpinan dan perubahan, Michelle Gibbings juga merupakan seorang founder perusahaan konsultan bisnis bernama Change Meridian. Pada tahun 2016, Gibbings menerbitkan bukunya berjudul ‘Step Up: How to Build Your Influence at Work’.
Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Foto Quotes Tentang Rasa Syukur

Selalu Bersyukur Memperkaya Hidup Anda

Artikel ini ditulis oleh : John Maxwell. Selalu Bersyukur Memperkaya Hidup Anda

Feb 01, 2023 3 Min Read

Wawancara Kepemimpinan: Pemimpin dan Waktu

Pemimpin dan Waktu

Douglas Robitaille berbagi wawasan tentang bagaimana pemimpin mengelola waktu dengan bijak untuk mencapai tujuan besar dan membangun tim yang produktif.

Feb 12, 2025 57 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest