Uncaring Boss: Kesalahan Pemimpin yang Membuat Tim Menjauh

cottonbro studio, Pexels
Uncaring Boss adalah istilah untuk menyebut seorang atasan yang benar-benar tidak menunjukkan kepedulian, terutama terhadap orang-orang yang bekerja bersamanya. Lalu, siapa yang ia pedulikan? Jawabannya adalah dirinya sendiri dan target yang ingin ia capai. Dalam situasi seperti ini, rekan kerja serta bawahan seringkali hanya menjadi pihak yang merasakan dampak negatifnya. Uncaring Boss menggambarkan sosok pemimpin yang sama sekali tidak memberi perhatian kepada individu dalam organisasinya. Dalam artikel yang bersumber dari materi radiotalk yang pernah dibahas oleh Bapak Anthony Dio Martin di program Smart Emotion Radiotalk edisi minggu ke-2 Februari 2022, kita akan menelaah lebih jauh mengenai fenomena Uncaring Boss ini.
Manfaat Memahami Konsep Uncaring Boss bagi Organisasi
Pertama, organisasi atau siapa pun yang berada di dalamnya perlu menyadari bahwa terdapat berbagai tipe atasan. Ada yang pemarah, ada yang tertutup, ada yang mudah berubah suasana hati, dan ada pula yang tidak peduli sama sekali. Bahkan, ada yang menggambarkan gaya kepemimpinan dengan analogi binatang seperti elang yang selalu mengawasi, merak yang suka menunjukkan diri, atau buaya yang diam namun tiba-tiba menyerang. Masih banyak lagi tipenya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami tipe atasan seperti apa yang sedang kita hadapi. Sebab, pada akhirnya, atasan kita memberikan pengaruh besar terhadap perjalanan karier kita. Kita perlu mampu membaca gaya kepemimpinan mereka.
Di sisi lain, topik ini juga relevan bagi siapa pun yang saat ini sedang berada dalam posisi sebagai pemimpin agar tidak menjadi pemimpin yang sama sekali tidak memiliki kepedulian. Alasan utamanya jelas. Travis Bradberry, penulis buku populer Emotional Intelligence 2.0, bahkan menyebut Uncaring Boss sebagai salah satu tipe atasan yang paling banyak membuat karyawan memilih keluar. Maka, jika organisasi ingin mempertahankan loyalitas anggota timnya, jadilah pemimpin yang tidak bersikap acuh.
Dampak dari Pimpinan yang Tidak Peduli
Tingkat motivasi karyawan akan berbeda jauh. Karyawan yang memiliki atasan yang peduli dengan karyawan yang memiliki atasan yang tidak peduli biasanya menunjukkan perbedaan motivasi kerja yang signifikan. Karyawan dengan atasan yang perhatian cenderung memiliki motivasi yang lebih tinggi. Hal ini pernah dibuktikan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of California yang menunjukkan bahwa motivasi karyawan sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasannya. Karyawan yang dipimpin oleh atasan yang menunjukkan kepedulian tercatat memiliki produktivitas 31% lebih tinggi. Mereka juga mencatat pencapaian sales yang 37% lebih baik dan tiga kali lebih kreatif dibandingkan mereka yang kehilangan motivasi akibat perlakuan atasan yang tidak peduli. Dampaknya semakin kuat jika dikaitkan dengan temuan dari Corporate Leadership Council yang meneliti 50.000 profesional di seluruh dunia yang menyebutkan bahwa karyawan tersebut memiliki kecenderungan loyalitas hingga 87% lebih tinggi.
Baca Juga: Memimpin Dari Belakang, Menciptakan Sebuah Dampak
Mengapa Muncul Istilah Uncaring Boss
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai istilah Uncaring Boss, kita dapat menggunakan ilustrasi dari dunia hewan. Dalam situasi ideal, induk hewan seharusnya melindungi anak-anaknya dan mengajari mereka hingga mampu mandiri. Namun, pada kenyataannya terdapat beberapa spesies yang dikenal tidak memiliki insting keibuan. Contoh paling ekstrem adalah ular yang tidak memiliki naluri untuk merawat anaknya. Setelah bertelur, induk ular akan pergi begitu saja dan tidak pernah kembali. Contoh lain adalah anjing laut yang meninggalkan anaknya pada minggu ke-2, padahal hingga minggu ke-7 anak tersebut belum mampu berenang. Akibatnya, sekitar 30% anak anjing laut mati kelaparan karena ditinggalkan induknya. Bayangkan jika kondisi seperti ini diterapkan dalam konteks pekerjaan. Seorang atasan seharusnya memiliki peran layaknya induk hewan yang memerhatikan dan membimbing timnya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, bawahan dibiarkan tanpa perhatian dan arahan.
Ada banyak kisah yang menggambarkan situasi ini. Misalnya cerita berikut.
“Saya pernah punya seorang atasan yang masuknya lebih belakangan. Ia direkrut dari perusahaan terkenal. Sombongnya selangit dan selalu bilang “kalau di tempat kerja saya dulu, begini lho bla..bla..bla..”. Selalu membandingkan dengan perusahaannya dulu. Padahal, dia kayaknya nggak tahu apa-apa. Nempelnya cuma ke atas dan ke kitanya dia nggak pernah mau peduli sama sekali”
Atau kisah lain seperti,
“Saya punya seorang atasan bule yang kerjanya hanya hang out dengan sesama bule atau dengan pimpinan. Kita yang lokal mah nggak dianggap. Kerjanya main golf dan cuma tahu hasil aja, nggak tahu bagaimana repotnya kita kerja”
Dari berbagai contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa Uncaring Boss adalah atasan yang tidak memberikan perhatiannya kepada tim. Kesimpulan mengenai karakter ini dapat dirangkum sebagai berikut. Pertama, fokus utamanya adalah kepentingan dan agenda dirinya sendiri. Kedua, orang lain hanya dianggap sebagai objek penderita. Ketiga, ia hanya peduli apabila seseorang memberikan manfaat langsung bagi dirinya.
Sejarah pun pernah mencatat contoh ekstrem dari gaya kepemimpinan yang tidak peduli. Salah satunya adalah Jenderal Douglas Haig dari Inggris pada masa Perang Dunia I. Ia dikenal sebagai sosok yang tidak memedulikan nasib pasukannya. Dalam Pertempuran Somme yang dimulai pada 1 Juli 1916, ia tidak percaya pada efektivitas senjata mesin. Logikanya, semakin banyak prajurit yang menyerang, maka mereka akan mampu menaklukkan senjata mesin Jerman. Bagi Haig, ia memiliki cukup banyak pasukan. Hasilnya, ia membiarkan para prajurit maju dan ditembak. Pada hari pertama saja, sekitar 60.000 tentaranya gugur. Namun, ia tetap tidak peduli. Total sebanyak 420.000 tentara kehilangan nyawa di bawah komandonya. Bahkan ia pernah mengatakan bahwa kematian tersebut dianggapnya perlu.
Ciri-Ciri Utama Uncaring Boss

cottonbro studio, Pexels
1. Tidak Ada Umpan Balik Sama Sekali
Mereka (pemimpin) hampir tidak pernah memberikan komentar. Kalaupun ada, frekuensinya sangat jarang. Akibatnya, kesalahan tidak langsung dikoreksi dan kinerja yang baik tidak pernah diapresiasi. Atasan seperti ini cenderung bersikap no comment. Karyawan pun akhirnya tidak memiliki gambaran apakah pekerjaan mereka sudah benar atau justru keliru. Menurut The Ken Blanchard Company, berdasarkan survei terhadap 1.400 eksekutif, kegagalan memberikan umpan balik adalah kesalahan paling umum yang dilakukan para pemimpin.
Misalkan saja ada kisah begini,
“Saya bekerja di perusahaan jasa ekspedisi. Boss kami amat cuek, kami bekerja tanpa tahu, apakah yang kami lakukan itu bagus atau nggak. Sebenarnya saya pingin ditegur kalau salah. Tapi nggak ada tuh. Dan tahun lalu, tahu-tahu saya hanya dikasih nilai biasa aja, padahal saya merasa kerjaan saya sudah bagus. Ternyata, usut punya usut boss pernah kurang sreg dengan salah satu proyek yang saya kerjakan. Tapi kenapa nggak dikasih tahu ke saya ya?”
Tips untuk pimpinan:
Pimpinan sebaiknya memiliki buku putih yang berisi dua kolom untuk mencatat kesalahan maupun hal positif yang dilakukan bawahan agar tidak terlupa. Catatan ini dapat menjadi bahan dalam sesi coaching maupun penilaian kinerja. Idealnya, proses ini dilakukan secara berkala dan disampaikan secara personal.
2. Tidak Punya Waktu untuk Tim
Situasi ini sering menciptakan lingkaran “setan”. Atasan merasa tidak memiliki waktu untuk timnya. Akibatnya, kemampuan bawahan tidak berkembang. Karena tidak berkembang, bawahan tidak bisa diberi kepercayaan untuk mengerjakan hal-hal yang lebih besar. Maka, atasan harus turun tangan sendiri dan menjadi semakin tidak memiliki waktu. Siklus ini terus berulang.
Ingatlah bahwa tidak menyediakan waktu untuk tim berarti tidak menyediakan waktu untuk bisnis itu sendiri, karena tim adalah kunci keberhasilan. Contohnya terlihat pada masa kepemimpinan almarhum Jack Welch, CEO GE, yang meluangkan waktu setiap hari untuk melakukan tinjauan dengan timnya di seluruh dunia.
Ada kisah begini,
“Saya bekerja untuk atasan yang seorang public figure. Beliau punya banyak acara. Tapi ya itu, sepanjang tahun, kita merasa dicuekin. Malahan, ketemunya hanya di acara-acara besar. Temanku pernah bilang, “Seneng dong ya kerja untuk seorang public figure”. Apanya yang senang? Lha ketemu aja jarang. Ngomong pun hanya seadanya”
Tips untuk pimpinan:
Pimpinan perlu membuat jadwal khusus untuk bertemu tim. Jika tidak dijadwalkan, waktu itu tidak akan pernah ada. Buat janji atau agenda rutin, misalnya sebulan sekali atau seminggu sekali.
3. Lepas Tangan
Ada banyak organisasi yang mengklaim bahwa mereka sangat peduli terhadap karyawan. Namun ketika terjadi kesalahan, tanggung jawab justru dialihkan. Manajemen memilih melepaskan diri. Contohnya terlihat dalam kisah berikut.
“Teman saya pernah mengurusi suatu proyek dengan kliennya. Waktu itu ada keputusan yang disarankan oleh atasannya yang langsung ia eksekusikan. Ternyata, hal itu berdampak pada dipanggilnya teman saya oleh otoritas keuangan. Tahu nggak, manajemen sama sekali tidak mau tahu dan tidak mau mengakui bahwa ide itu dari mereka. Masalahnya, teman saya juga tidak punya bukti bahwa manajemen sebenarnya tahu. Jadi, sekarang ini dia dijadikan tumbal. Tapi itu membuat kita was-was. Manajemen kita ternyata nggak bisa dipercaya!”
Tips untuk pimpinan:
Jangan bersikap lepas tangan. Ketika terjadi masalah, telusuri apa yang sebenarnya terjadi. Ajak bawahan berdiskusi atau lakukan pertemuan untuk mendengarkan penjelasannya. Pendekatan ini penting untuk mencegah kesalahan serupa terulang.
4. Tidak Menggali Kehidupan Pribadi, Latar Belakang Keluarga, atau Motivasi Timnya
Banyak pemimpin berasumsi bahwa satu-satunya motivasi kerja seseorang adalah UANG. Padahal, motivasi setiap orang bisa sangat berbeda. Ada yang bekerja untuk aktualisasi diri, ada yang ingin membangun karier, ada yang melakukannya demi keluarga, atau sekadar mencari lingkungan kerja yang sehat.
Sebagai contoh, kisah ini.
“Kami di perusahan jasa theme park. Boss saya pernah marah-marah, kalau sampai ada yang tidak mau lembur. Menurutnya, kalian kan udah dibayar, Mestinya kalian kerja dong. Udah dibayar kok. Kan kalian butuh duit, Kenapa sih nggak mau. Padahal, justru kami kerja disini karena bisa pulang tepat waktu untuk bisa urus keluarga”
Tips untuk pimpinan:
Luangkan waktu berbicara secara informal dengan tim. Gali apa yang benar-benar memotivasi mereka bekerja. Bisa jadi motivasi itu jauh berbeda dari asumsi Anda.
5. Tidak Pernah Menyapa dan Tidak Membangun Hubungan Personal
Pemimpin seperti ini sering membangun tembok pemisah. Ia seakan-akan punya jarak dan merasa seakan-akan kastanya itu berbeda. Padahal, ia perlu tahu bahwa yang bekerja adalah manusia, bukan robot. Sesekali, timnya juga perlu disapa, diajak diskusi yang kadang tidak selalu berhubungan dengan pekerjaan. Bahaya terbesar ketika anak buah tidak pernah dianggap dan diperhatikan adalah rendahnya sense of belonging dan rasa kekeluargaan pun jadi tidak muncul diantara timnya! Seperti kisah di bawah ini.
“Saya punya pimpinan yang tidak pernah menyapa. Bahkan, dibilangin selamat pagi aja jarang dijawab. Semua sudah hafal. Tiba di kantor, langsung masuk ke ruangannya dan tutup pintu. Dia jarang menyapa kita kecuali kalau ada yang perlu. Jarang kalau ada acara apa-apa di kantor, dia muncul. Dia pimpinan yang penuh misteri!”
Baca Juga: Strategi Mengatasi Sumbatan Komunikasi di Tempat Kerja
Tips untuk pimpinan:
Hubungan yang baik dibangun dari hal-hal sederhana: menyapa, menanyakan kabar, atau sekadar menunjukkan kepedulian pada situasi keluarga. Hal-hal kecil seperti ini sangat berpengaruh pada rasa kebersamaan dalam tim.
6. Tidak Peduli Perasaan Tim: Baik Tidak Dipuji, Salah Dimarahi
Ujung-ujungnya bawahan merasa hopeless alias makin disconnected dengan perusahaan, karena merasa pemimpinnya tidak peduli sama sekali dengan kerjaan mereka. Ketika hasil kerja bagus, tidak ada apresiasi. Saat terjadi kesalahan, dimarahi habis-habisan. Akibatnya, karyawan menjadi apatis karena merasa apa pun yang mereka lakukan tidak akan diapresiasi. Seperti contoh berikut ini.
“Di tempat saya, pernah ada karyawan baru mencoba melakukan suatu inisiatif buat klien. Sebenarnya itu ide yang baik. Eh, nggak tahunya dia dimaki-maki. Habis itu dia kapok deh. Kita sih dari dulu udah kapok!”
Tips untuk pimpinan:
Ingat bahwa emosi menggerakkan orang, dan oranglah yang menggerakkan kinerja. Tanyakan secara berkala, “Bagaimana perasaanmu bekerja di sini?” untuk memastikan kondisi emosional tim tetap stabil dan positif.
Lalu, Apa yang Harus Dilakukan Jika Menghadapi Pemimpin Seperti Ini?
Prinsip utamanya sederhana: kamu yang menyesuaikan dengan gaya atasanmu, bukan sebaliknya.
Berikut empat langkah penting yang bisa diterapkan:
1. Terima dan pahami gaya kepemimpinannya.
Jika dia bukan tipe yang ekspresif atau peduli, pahami bahwa memang itulah karakternya.
2. Isi kekosongan yang ia abaikan.
Bukan berarti kamu ikut tidak peduli. Justru kamu bisa bersinar dengan mengelola hal-hal yang menjadi kelemahannya.
3. Pelajari apa yang sebenarnya ia prioritaskan.
Setiap pemimpin pasti peduli pada sesuatu. Temukan hal itu dan masuklah dari sana.
4. Tunjukkan kepedulian tulus.
Banyak kasus membuktikan bahwa pemimpin yang terlihat tidak peduli sebenarnya membutuhkan seseorang yang peduli untuk menjadi tangan kanannya.
Semoga ini menjadi inspirasi yang berharga saat kita punya boss yang tipenya seperti ini!
Kepemimpinan
Tags: Jadilah Seorang Pemimpin, Kepemimpinan Tanpa Batas, Sifat Positif
Dr. Anthony adalah seorang praktisi bisnis, trainer, speaker, penulis, ahli psikologi, dan personal coach yang oleh media disebut sebagai “The Best EQ Trainer in Indonesia”. Saat ini, beliau adalah direktur lembaga training HR Exellency dan managing director MiniWorkshopSeries (MWS) Indonesia.





