Pemimpin Seperti Apa yang Mendapatkan Kepercayaan Gen Z?

Kampus Production, Pexels
Sekarang ini, dunia sedang dipenuhi oleh perubahan. Digitalisasi semakin pesat, dinamika sosial kian bergerak cepat, ditambah dengan kondisi global yang sering kali penuh ketidakpastian. Di tengah situasi tersebut, muncul satu pertanyaan besar: pemimpin seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh Generasi Z?
Generasi Z lahir di era internet, tumbuh bersama media sosial, algoritma, serta budaya growth mindset. Oleh karena itu, wajar jika mereka bersikap kritis, memiliki kesadaran diri yang tinggi, dan terbiasa memperoleh informasi secara instan. Namun, di sisi lain, mereka juga dihadapkan pada berbagai isu serius. Mulai dari kesehatan mental, krisis iklim, dinamika politik yang cepat berubah, hingga masa depan karier yang kerap membingungkan.
Dengan demikian, sosok pemimpin yang mereka harapkan bukan hanya seseorang dengan jabatan tinggi atau kemampuan berbicara yang baik. Mereka membutuhkan figur yang memahami, bersedia membimbing, dan mampu membantu mereka berkembang. Lalu, pemimpin seperti apa yang tepat bagi mereka?
Baca Juga: Kenapa Banyak Gen Z di Indonesia Masih Menganggur?
Autentik dan Transparan
Di era serba digital, kepura-puraan sangat mudah terungkap. Segalanya dapat diperiksa hanya dengan satu kali klik. Jika seorang pemimpin hanya mengumbar slogan tanpa bukti nyata, cepat atau lambat akan kehilangan kepercayaan.
Generasi Z lebih menghargai pemimpin yang apa adanya atau autentik. Transparan, jujur, serta berani membicarakan tantangan bahkan kegagalan. Alih-alih dianggap lemah, sikap semacam ini justru menumbuhkan rasa percaya.
Contohnya, banyak figur publik yang berani berbagi pengalaman mengenai perjuangan mereka menghadapi isu kesehatan mental. Hal tersebut bukannya merusak citra, melainkan justru membuat mereka lebih dekat dengan audiens muda. Dari sini tampak bahwa menjadi diri sendiri adalah sebuah kekuatan, bukan kelemahan.
Visioner namun Tetap Realistis
Generasi Z haus akan makna. Mereka ingin memahami alasan di balik setiap keputusan, bukan sekadar diminta mengikuti aturan tanpa penjelasan. Oleh karena itu, pemimpin yang hanya berfokus pada angka tanpa menghadirkan narasi besar di baliknya akan terasa hampa bagi mereka.
Mereka menginginkan pemimpin dengan visi yang jelas. Misalnya menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, membuka peluang karier baru, atau menghadirkan inovasi yang benar-benar mempermudah kehidupan. Namun visi tersebut harus realistis, dapat dijalankan, dan bukan sekadar janji manis.
Baca Juga: Kiat Pemimpin dalam Mengatasi Masalah Anggota, Tujuan, Visi
Sebagai contoh, seorang atasan yang berjanji membangun tim yang “kekeluargaan,” tetapi pada kenyataannya justru menekan karyawan setiap hari dan tidak memberi ruang istirahat, jelas merupakan kontradiksi. Sebaliknya, pemimpin yang betul-betul menerapkan aturan kerja fleksibel dan memberikan ruang untuk beristirahat akan jauh lebih dihargai.
Membantu Tumbuh dan Menjadi Tangguh
Hidup di era penuh ketidakpastian menjadikan ketangguhan atau resilience sebagai hal yang sangat penting. Generasi Z membutuhkan pemimpin yang tidak hanya menuntut hasil, tetapi juga memberikan dukungan agar mereka dapat belajar, berkembang, dan bangkit kembali ketika mengalami kegagalan.
Pemimpin yang ideal adalah mereka yang menciptakan ruang aman untuk bereksperimen dan belajar dari kesalahan. Bukan yang gemar menghukum, melainkan yang mengajak berkembang bersama.
Buktinya, banyak anggota Generasi Z tertarik bekerja di tempat yang memiliki program mentorship. Mereka tidak hanya mencari penghasilan, tetapi juga menginginkan arahan, relasi, serta kesempatan mencoba hal-hal baru. Dalam hal ini, pemimpin lebih berperan sebagai fasilitator, bukan pengendali.
Memiliki Empati dan Kesadaran Diri
Generasi Z lebih terbuka dalam membicarakan isu kesehatan mental. Mereka menginginkan pemimpin yang peduli terhadap kondisi emosional tim, bukan hanya terfokus pada pencapaian target.
Pemimpin dengan kesadaran diri memahami kapan harus tegas, kapan perlu bersikap lebih fleksibel, serta menyadari bahwa dirinya tidak selalu benar. Jika dipadukan dengan empati, mereka akan mampu mendengarkan serta memahami kondisi tim secara lebih mendalam.
Contoh sederhana, apabila ada anggota tim yang sedang mengalami kelelahan, pemimpin yang peka akan memberikan waktu istirahat atau sekadar menanyakan kabar dengan tulus. Hal-hal kecil semacam ini mungkin terlihat sederhana, tetapi bagi Generasi Z memiliki makna yang besar.
Kepemimpinan Kolaboratif, Bukan Dominasi
Dulu, pemimpin identik dengan sosok dominan yang mengatur segala hal. Namun bagi Generasi Z, gaya tersebut sudah dianggap usang. Mereka lebih menyukai kepemimpinan yang kolaboratif, yakni lebih terbuka, partisipatif, dan tidak kaku.
Bagi Generasi Z, pemimpin bukanlah superhero yang harus menyelesaikan semua permasalahan. Yang mereka butuhkan adalah pemimpin yang mampu memberi ruang, mendengarkan aspirasi, serta menyatukan perbedaan. Dengan kata lain, pemimpin yang berperan sebagai enabler, bukan pengendali mutlak.
Model kepemimpinan semacam ini lebih sesuai dengan dunia yang kompleks dan terus berubah. Fokusnya tidak lagi pada “saya,” melainkan pada “kita.”
Baca Juga: 6 Cara Membangun Kepemimpinan yang Mendorong Transformasi
Kesimpulan
Generasi Z membutuhkan pemimpin yang autentik, visioner sekaligus realistis, mampu mendorong pertumbuhan serta ketangguhan, dan memiliki empati serta kesadaran diri yang tinggi. Lebih dari itu, mereka menginginkan gaya kepemimpinan kolaboratif yang memberdayakan semua pihak.
Di era penuh tantangan, kepemimpinan tidak lagi sekadar soal jabatan, melainkan bagaimana mampu menginspirasi, mendukung, serta tetap relevan. Pertanyaannya, apakah kita siap menjadi pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan generasi ini, atau justru tertinggal oleh perubahan yang mereka bawa?
Kepemimpinan
Tags: Jadilah Seorang Pemimpin, Kepemimpinan Tanpa Batas, Pertumbuhan, Sifat Positif
Manisha adalah editor dan penulis di Leaderonomics. Ia percaya tulisan memiliki kekuatan untuk belajar dan membawa perubahan dengan menginspirasi banyak orang.