Faktor Pendorong dan Penarik bagi Pencari Kerja: Antara Mimpi dan Keputusasaan

Nov 20, 2025 5 Min Read
dua perempuan menarik tangan perempuan lainnya
Sumber:

Ron Lach, Pexels

Kamu duduk di kubikel, menyeruput kopi keempat hari ini sambil menatap Excel yang tidak kunjung mengisi sendiri. Kamu menghela napas. Kamu cek notifikasi LinkedIn. Seseorang dari kampusmu baru saja mendapatkan pekerjaan remote dengan gaji yang keren. Sementara itu, kamu masih terjebak di sini, berpikir apakah perlu pura-pura mati listrik demi menghindari meeting jam tiga sore.

Selamat datang di dunia para pencari kerja. Tempat orang meninggalkan pekerjaan seperti putus dari hubungan buruk dan mengejar pekerjaan baru seperti mencari pelarian. Keputusan untuk pindah atau memulai pekerjaan baru bukan hanya soal butuh uang atau mencintai pekerjaan. Ada tarikan antara faktor pendorong dan penarik, dan jika kamu sedang mengalaminya, kamu pasti paham rasanya.

Faktor Pendorong: Momen “Aku Sudah Tidak Tahan Lagi”

Faktor pendorong adalah dorongan kecil atau besar yang memaksa seseorang keluar dari pekerjaannya. Rasanya seperti tuan rumah yang mengusirmu karena telat bayar sewa. Tidak menyenangkan, tapi sering kali diperlukan.

1. Lingkungan Kerja yang Toxic

Pernah bekerja di tempat yang penuh pasif agresif? Tempat bos menjadikan ancaman halus sebagai bentuk motivasi? Lingkungan toxic membuat karyawan kabur lebih cepat dari tikus yang meninggalkan kapal karam. Entah itu micromanagement, politik kantor, atau HR yang terlalu semangat berpikir bahwa “Pizza Friday” bisa menebus lembur tidak dibayar. Semuanya mendorong orang keluar dari pintu.

2. Gaji Rendah, Ekspektasi Tinggi

Bayangkan dibayar kacang tapi diminta menghasilkan emas. Banyak pencari kerja pergi ketika sadar bahwa gaji yang diterima bahkan tidak cukup untuk bayar sewa, apalagi kerusakan emosional. Jika kamu bekerja 60 jam seminggu tapi tidak mampu tambah guacamole di burrito kamu, itu tanda jelas faktor pendorong.

3. Tidak Ada Pertumbuhan, Tidak Ada Kebanggaan

Stagnasi adalah pembunuh diam-diam. Jika kamu terjebak di posisi yang sama bertahun-tahun tanpa tantangan atau promosi, rasa bosan menjadi musuh terbesar. Karyawan tidak hanya ingin pekerjaan. Mereka ingin karier, perjalanan, dan mungkin jabatan keren untuk dibanggakan di acara keluarga.

4. Keseimbangan Hidup yang Kacau

Jika kamu harus memilih antara menghadiri pernikahan sahabat atau menyelesaikan laporan mendadak yang bos kamu “lupa” beri tahu, berarti kamu sedang menghadapi faktor pendorong. Burnout itu nyata, dan kadang orang berhenti hanya untuk mendapatkan kembali kewarasan.

Faktor Penarik: Tawaran Kerja Menggiurkan yang Terlihat Instagrammable

Di sisi lain, faktor penarik adalah tawaran-tawaran yang membuatmu ingin memperbarui CV dan mengirim pesan “Hai, semoga kamu baik” ke recruiter yang dulu sempat menghilang.

1. Gaji dan Benefit yang Lebih Baik

Mari jujur, uang berbicara. Jika perusahaan lain mau membayar 30 persen lebih tinggi plus membership gym, cuti tak terbatas, dan snack gratis, siapa yang tidak tergoda? Gaji besar sering jadi faktor penarik paling kuat karena pada akhirnya, passion tidak membayar tagihan.

2. Pertumbuhan Karier dan Kesempatan Belajar

Pekerjaan dengan jenjang karier jelas, program pengembangan profesional, dan kesempatan upgrade skills terasa seperti tiket emas. Orang ingin merasa bergerak maju, bukan seperti berlari di roda hamster.

Baca Juga: Peran Manajer Tangguh dalam Mendorong Pertumbuhan

3. Fleksibilitas Kerja

Jika pekerjaan barumu memungkinkan kamu bekerja dari rumah dengan piyama daripada menghadapi perjalanan panjang yang menguras jiwa, itu sudah menjadi pemenang. Era remote work membuktikan bahwa fleksibilitas lebih dihargai daripada kue ulang tahun kantor.

4. Budaya Kerja dan Kepemimpinan yang Positif

Tidak ada yang bermimpi bekerja di bawah tiran. Bos yang suportif dan lingkungan kerja kolaboratif dapat membuat pekerjaan paling stres pun terasa memungkinkan dijalani. Orang ingin bekerja di tempat mereka merasa dihargai, bukan di tempat yang membuat mereka sakit perut setiap akhir kuartal.

Melihat Red Flag dan Green Flag Sebelum Melompat

Alt

Polina Tankilevitch, Pexels

Memutuskan keluar dari pekerjaan adalah satu hal, memastikan bahwa langkah berikutnya adalah kenaikan bukan sekadar geser samping adalah tantangan lain. Sebelum melompat, lihat baik-baik tanda bahaya dan tanda positif dari calon tempat kerja.

Perusahaan dengan komunikasi terbuka, jobdesc yang jelas, dan tim kepemimpinan yang suportif adalah pilihan aman. Jika mereka menghargai work-life balance, menawarkan benefit kompetitif, dan memprioritaskan kesejahteraan karyawan, kamu sedang melihat peluang yang layak.

Tanda baik lainnya adalah investasi perusahaan pada pengembangan karyawan serta reputasi positif dari karyawan lama maupun baru. Perhatikan bagaimana perusahaan menangani feedback dan apakah karyawan merasa didengar dan dihargai.

Hati-hati dengan Tawaran yang Terlalu Muluk

Jika terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, mungkin memang begitu. Waspadai jobdesc yang tidak jelas, ekspektasi tidak realistis, dan tingkat turnover tinggi. Jika perekrut menghindari pertanyaan tentang budaya kerja atau kompensasi, anggap itu peringatan. Jika perusahaan menuntut ketersediaan 24 jam atau punya sejarah memforsir karyawan, lebih baik menjauh.

Perhatikan juga proses rekrutmennya. Jika mereka berantakan, tidak responsif, atau tidak jelas sejak awal, sering kali itulah gambaran budaya kerja mereka.

Baca Juga: Berhenti Berteori, Saatnya HR Membuktikan Aksi

Cek Ulasan Online

Glassdoor dan LinkedIn bisa mengungkap banyak hal tentang bagaimana perusahaan memperlakukan karyawan. Jika banyak ulasan menyebut kepemimpinan toxic, tidak ada perkembangan, atau turnover tinggi, lebih baik berhati-hati. Saat wawancara, perhatikan bagaimana karyawan berinteraksi. Apakah mereka ramah dan terlihat engaged atau justru terlihat menghitung detik untuk pulang?

Kesimpulan

Menjadi pencari kerja itu seperti berkencan. Kadang kamu lari dari hubungan buruk, kadang kamu mengejar yang terlihat lebih menjanjikan. Kuncinya adalah tahu kapan harus pergi, apa yang layak dikejar, dan bagaimana memastikan kamu tidak pindah dari satu bencana ke bencana lain.

Jadi, jika kamu sedang mempertimbangkan langkah karier berikutnya, tanyakan pada diri sendiri: apakah kamu sedang didorong keluar atau ditarik masuk? Apa pun jawabannya, perbarui CV kamu, latih kalimat “Saya sangat antusias dengan peluang ini”, dan siapkan diri untuk rollercoaster yang disebut job hunting.

Semoga beruntung, dan semoga pekerjaan berikutnya membuatmu sedikit lebih jarang menghela napas di hari Senin.

Share artikel ini

Alt

Patricia memiliki lebih dari 25 tahun pengalaman dalam memimpin di sektor B2B dan B2C. Beliau ahli dalam mendorong kesuksesan bisnis, pertumbuhan, dan ekspansi pasar, serta mengelola berbagai departemen dan tim lintas fungsi untuk menjalankan strategi-strategi berdampak tinggi.

Selama kariernya, Patricia telah berperan dalam berbagai inisiatif yang mendukung pertumbuhan dan skalabilitas bisnis, dengan fokus pada dampak jangka panjang. Meskipun seorang introvert, kekuatan terbesar beliau adalah dalam memimpin, melatih, dan mengembangkan orang, dengan rekam jejak yang solid di bidang strategi bisnis dan pengembangan sumber daya manusia.

Patricia sangat antusias untuk menciptakan dampak melalui kolaborasi dan inovasi, serta selalu mengutamakan kepemimpinan yang berfokus pada manusia dan pendekatan analitis.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Apakah Lingkungan di Sekitar Anda Menahan Anda?

Apakah Lingkungan di Sekitar Anda Menahan Anda?

Lihatlah lingkungan di sekitar Anda. Apakah lingkungan tersebut mampu membantu Anda tumbuh (growth environment) atau justru menahan perkembangan diri Anda?

Jan 11, 2022 1 Min Read

kepemimpinan

3 Cara untuk Meningkatkan Mindful Leadership

Tahukah kamu tentang salah satu faktor terpenting dalam Science of Building Leaders? Yup, mindful leadership! Simak videonya yuk untuk belajar lebih mengenai mindful leadership!

Sep 13, 2021 2 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest