Tren Kepemimpinan Terbesar Menuju 2026 dan Setelahnya

Dec 27, 2025 13 Min Read
people climb up on graph
Sumber:

Upklyak, Freepik

Bagaimana para pemimpin bisa bersiap dari sekarang

Dunia kerja sedang berubah lebih cepat dari sebelumnya. Teknologi, ekspektasi tenaga kerja, tekanan global, disrupsi AI, perubahan demografi, serta model kerja baru terus membentuk ulang makna kepemimpinan. Perubahannya terasa tanpa henti: tools baru, risiko baru, tuntutan baru, dan generasi baru yang masuk ke dunia kerja dengan pandangan yang sangat berbeda tentang pekerjaan, kehidupan, dan kepemimpinan.

Menjelang 2026, kepemimpinan tidak lagi didefinisikan oleh hierarki, jabatan, atau masa kerja. Kepemimpinan akan ditentukan oleh kemampuan membangun koneksi manusia, beradaptasi dengan perubahan, serta kebijaksanaan dalam memimpin berdampingan dengan teknologi, bukan melawannya. Pemimpin yang paling berpengaruh bukanlah mereka yang merasa tahu segalanya, melainkan mereka yang mau terus belajar, bereksperimen, dan tetap manusiawi di tengah arus perubahan yang masif.

Jika pernah ada waktu bagi para pemimpin untuk bangkit dengan keberanian, kejernihan, dan kemanusiaan, maka waktunya adalah sekarang.

Dalam artikel ini, kami mengulas delapan tren kepemimpinan terbesar yang akan membentuk era 2026 ke atas, serta langkah konkret yang bisa dilakukan hari ini untuk mempersiapkan tim, budaya, dan organisasi menghadapi masa depan.

1. Kepemimpinan Kolaboratif Manusia–AI Menjadi Kenyataan

AI bukan lagi sekadar tambahan. AI kini menjadi kemampuan inti dalam kepemimpinan.

Ini bukan hanya soal menggunakan tools baru, tetapi tentang mengubah cara pengambilan keputusan, cara kerja dijalankan, dan peran unik manusia dalam organisasi. Para pemimpin kini diminta memimpin tim di mana manusia dan AI bekerja berdampingan, dengan pemimpin bertanggung jawab atas etika, pertimbangan, kualitas keputusan, serta tata kelola.

Hal ini menuntut pergeseran dari mengontrol tugas menjadi mengorkestrasi ekosistem cerdas. Alih-alih bertanya, “Bagaimana caranya tim saya melakukan ini?”, para pemimpin akan semakin sering bertanya, “Apa yang seharusnya dilakukan manusia? Apa yang sebaiknya dikerjakan AI? Dan bagaimana menggabungkan keduanya secara bijak?”

AI mampu menganalisis pola, menghasilkan berbagai opsi, dan menghilangkan pekerjaan repetitif. Namun AI tidak bisa menggantikan pertimbangan, nilai, empati, atau kemampuan melihat gambaran besar yang dimiliki pemimpin. Di situlah wilayah baru kepemimpinan terbentuk.

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Bangun pemahaman AI (bukan penguasaan teknis). Pelajari bahasa AI, risiko, bias, dan nilai. Kamu tidak perlu bisa coding, tetapi perlu cukup paham untuk mengajukan pertanyaan yang tepat dan mengambil keputusan yang terinformasi.
  • Gunakan AI secara personal untuk memberi contoh rasa nyaman dan rasa ingin tahu. Manfaatkan AI untuk menyusun draf email, merangkum laporan, mengeksplorasi skenario, atau mempersiapkan rapat. Saat tim melihat kamu bereksperimen secara terbuka, itu memberi sinyal bahwa belajar dan mencoba hal baru adalah hal yang aman.
  • Ciptakan alur kerja “manusia + agen AI” untuk proses penting. Identifikasi beberapa proses berdampak tinggi seperti pelaporan, riset, atau layanan pelanggan, lalu rancang ulang secara sadar: di mana AI membantu, di mana manusia memimpin, dan di mana keputusan harus selalu ditandatangani manusia.
  • Tetapkan prinsip yang jelas terkait AI yang bertanggung jawab, privasi data, dan pengawasan. Dokumentasikan hal-hal yang tidak bisa ditawar, misalnya keputusan terkait manusia selalu dibuat oleh manusia, atau klien selalu diberi tahu saat AI digunakan.

Pemimpin yang akan berkembang adalah mereka yang memperlakukan AI sebagai mitra, bukan ancaman, serta menggunakan AI untuk meningkatkan kontribusi manusia, bukan menghapusnya.

2. Tim Berbasis Keterampilan Menggantikan Deskripsi Jabatan yang Kaku

Organisasi bergerak dari fokus pada jabatan menuju fokus pada keterampilan.

Alih-alih mengurung orang dalam kotak peran yang kaku, pekerjaan semakin diorganisasi berdasarkan misi, proyek, dan kapabilitas. Ini berarti struktur tim yang lebih cair, misi lintas fungsi yang lebih sering, serta pergeseran talenta yang lebih cepat. Model lama berupa bagan organisasi statis dan deskripsi pekerjaan sempit mulai ditinggalkan.

Dalam dunia berbasis keterampilan, pertanyaan bergeser dari “Siapa berada di posisi apa?” menjadi “Siapa yang memiliki keterampilan dan potensi untuk menyelesaikan masalah ini?” Talenta menjadi lebih portabel, jalur karier menjadi kurang linear, dan pemimpin dituntut mahir mengenali kekuatan serta mengerahkan kembali talenta dengan cepat.

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Identifikasi keterampilan krusial yang dibutuhkan tim menuju 2026. Lihat ke depan 12 hingga 24 bulan. Proyek strategis apa yang akan datang? Keterampilan apa yang akan semakin dibutuhkan seperti literasi data, manajemen pemangku kepentingan, atau kepemimpinan perubahan, dan keterampilan mana yang mulai berkurang relevansinya.
  • Bangun peta kapabilitas, bukan sekadar arsip deskripsi pekerjaan. Buat inventaris keterampilan sederhana. Tanyakan: apa lima kekuatan utama tim kita? Di mana celahnya? Talenta tersembunyi apa yang belum dimanfaatkan?
  • Dorong pergerakan lateral dan penugasan pengembangan. Dorong orang untuk bertumbuh secara menyamping, bukan hanya naik jabatan. Proyek jangka pendek, penugasan lintas fungsi, dan tim lintas disiplin adalah cara kuat membangun kapabilitas dan keterlibatan.
  • Latih manajer untuk memimpin tim yang cair dan cepat berubah. Ini adalah perubahan besar bagi banyak pemimpin. Mereka perlu nyaman dengan anggota tim yang sering masuk dan keluar proyek, memimpin tanpa otoritas kaku, serta lebih fokus pada keselarasan dan kejelasan dibanding kontrol.

Perubahan ini membuat organisasi lebih cepat, inovatif, dan tangguh, tetapi hanya jika pemimpin bersedia melepaskan struktur lama dan menerima cara kerja yang lebih dinamis.

3. Kinerja Manusia dan Kesejahteraan Menjadi Prioritas Bisnis

Keterlibatan karyawan saja sudah tidak cukup.

Tidak lagi memadai jika orang sekadar menyukai pekerjaannya atau merasa puas dari survei tahunan. Pemimpin harus menciptakan kondisi di mana individu mengalami rasa aman secara psikologis, tujuan yang bermakna, otonomi, koneksi, serta kinerja yang berkelanjutan.

Burnout, kecemasan, dan keterputusan semakin meningkat, terutama di lingkungan kerja hybrid di mana orang mudah merasa tidak terlihat atau terisolasi. Kesepian, kelelahan, dan rendahnya kepercayaan bukan sekadar isu HR, melainkan risiko bisnis yang nyata.

Baca Juga: Memprioritaskan Kesejahteraan Karyawan untuk Pengalaman Karyawan yang Positif

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Definisikan ulang kinerja dengan memasukkan kesejahteraan dan kolaborasi. Saat membicarakan kinerja tinggi, sertakan energi, kesehatan, dan kerja tim, bukan hanya output. Tegaskan bahwa menguras tenaga manusia bukanlah kepemimpinan.
  • Hadirkan ritual yang mendorong koneksi. Pertemuan rutin singkat, sesi check-in, lingkaran coaching rekan, dan waktu refleksi menciptakan ritme dan relasi. Koneksi tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui desain yang disengaja.
  • Latih manajer untuk mengenali stres dan melindungi kapasitas tim. Sebagian besar burnout bukan soal aplikasi mindfulness, tetapi soal beban kerja, kejelasan, dan dukungan. Bekali pemimpin untuk mendistribusikan ulang pekerjaan, menetapkan batasan, dan berdialog jujur soal kapasitas.
  • Bangun budaya yang menghargai kejujuran, batasan sehat, dan sinyal risiko sejak dini. Saat orang merasa aman berkata “saya sudah penuh” atau “deadline ini tidak realistis”, krisis bisa dicegah sebelum terjadi.

Tim yang sehat selalu mengungguli tim yang kelelahan dalam inovasi, layanan, retensi, dan hasil jangka panjang. (Salah satu alat yang bisa dimanfaatkan adalah aplikasi Happily dari Budaya untuk tenaga kerja Anda)

4. Fleksibilitas Radikal dan Pola Kerja Tanpa Batas

remote team

Pch.vector, Freepik

Tenaga kerja hybrid dan terdistribusi tidak akan ke mana-mana.

Yang terjadi justru evolusi menuju karier portofolio, ekosistem kontraktor, tim global, serta kerja berbasis hasil. Seseorang bisa memiliki beberapa sumber penghasilan, bekerja lintas negara, atau berpindah lebih fleksibel antara status karyawan dan kontraktor dibanding sebelumnya.

Namun fleksibilitas tanpa kejelasan akan menciptakan kekacauan. Pemimpin harus beralih dari memantau kehadiran menjadi mengelola kinerja. Era kepemimpinan yang disamakan dengan “mengawasi waktu duduk di meja” telah berakhir.

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Ciptakan ekspektasi peran yang jelas dan berfokus pada hasil. Setiap peran harus memiliki definisi keberhasilan yang jelas, baik dari sisi deliverables, dampak, maupun perilaku. Kejelasan ini membuat fleksibilitas jauh lebih mudah dikelola.
  • Rancang alur kerja asinkron dan norma komunikasi. Tetapkan ekspektasi terkait waktu respons, dokumentasi, kanal komunikasi, dan hak pengambilan keputusan. Tidak semua keputusan membutuhkan rapat, tetapi setiap keputusan perlu pemilik yang jelas dan jejak dokumentasi.
  • Pastikan fleksibilitas yang adil, tidak hanya untuk pekerja berbasis laptop. Pikirkan fleksibilitas secara kreatif bagi peran garis depan, seperti pertukaran shift, minggu kerja yang dipadatkan, atau jam masuk dan pulang yang lebih variatif. Fleksibilitas tidak seharusnya menjadi hak eksklusif pekerja pengetahuan.
  • Perlakukan kontraktor dan mitra sebagai bagian dari ekosistem talenta yang lebih luas. Libatkan mereka dalam budaya, nilai, dan cara kerja organisasi. Ketika semua orang merasa menjadi bagian dari misi bersama, terlepas dari jenis kontrak, kinerja akan meningkat.

Masa depan kerja bersifat fleksibel, tetapi masa depan kepemimpinan menuntut disiplin, niat yang jelas, dan ketegasan arah.

5. Kepercayaan, Tujuan, dan Kepemimpinan yang Bertanggung Jawab Menjadi Pusat Perhatian

people on a boat

Pch.vector, Freepik

Orang ingin bekerja untuk pemimpin dan organisasi yang mereka percayai.

Di dunia yang dipenuhi AI, misinformasi, dan perubahan konstan, kepercayaan menjadi salah satu mata uang paling berharga dalam kepemimpinan. Anggota tim memperhatikan apa yang dikatakan pemimpin, apa yang mereka lakukan, dan bagaimana mereka bertindak di bawah tekanan.

Pada saat yang sama, tujuan bukan lagi slogan di dinding. Tujuan menjadi kompas yang membentuk keputusan, prioritas, dan kompromi. Di masa yang penuh ketidakpastian, orang ingin tahu: “Apakah yang kita lakukan ini benar-benar berarti?”

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Operasionalkan tujuan dengan mengaitkan pekerjaan harian pada dampak nyata. Jangan hanya membicarakan tujuan saat town hall. Dalam sesi one-on-one, kick-off proyek, dan rapat tim, hubungkan tugas dengan dampaknya bagi pelanggan, komunitas, atau organisasi.
  • Bersikap transparan tentang alasan dan cara penggunaan AI. Orang tidak membutuhkan kesempurnaan, mereka membutuhkan kejujuran. Jelaskan apa yang sedang dicoba, mengapa dilakukan, apa yang dipantau, dan bagaimana manusia tetap berada di pusat pengambilan keputusan.
  • Tangani isu etika, sosial, dan keberagaman sejak awal. Bangun keadilan, inklusi, dan etika ke dalam desain produk, algoritma, kebijakan, serta proses promosi. Kepercayaan dibangun atau diruntuhkan melalui detail-detail ini.
  • Libatkan karyawan dalam pembentukan teknologi, kebijakan, dan keputusan baru. Undang masukan, uji coba dengan kelompok kecil, dan dengarkan secara sungguh-sungguh. Proses co-creation membangun rasa memiliki dan mempercepat identifikasi risiko.

Saat kepercayaan tinggi, kecepatan meningkat, gesekan berkurang, dan perubahan menjadi jauh lebih mudah dipimpin.

6. Pemimpin Menjadi Chief Learning Officer (CLO) bagi Timnya

Masa berlaku keterampilan semakin singkat, dan pemimpin kini diharapkan menjadi arsitek pembelajaran.

Pembelajaran tidak lagi berupa acara tahunan di ruang kelas. Pembelajaran adalah proses harian yang berkelanjutan untuk beradaptasi dengan realitas baru. Pembelajaran berkesinambungan bukan lagi nilai tambah, melainkan mesin utama kinerja masa depan.

Dalam konteks ini, pemimpin perlu mengadopsi identitas baru: sebagian sebagai coach, sebagian sebagai pemandu, dan sebagian sebagai Chief Learning Officer bagi timnya.

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Bangun waktu belajar yang terstruktur dan rutin di setiap peran. Bahkan satu hingga dua jam setiap dua minggu, yang dilindungi dan direncanakan, sudah memberi dampak besar. Perlakukan waktu belajar dengan keseriusan yang sama seperti pekerjaan klien.
  • Manfaatkan AI untuk jalur pembelajaran yang dipersonalisasi. AI dapat mengkurasi konten, merekomendasikan sumber belajar, dan membantu pembelajaran terjadi dalam alur kerja. Biarkan teknologi menangani kurasi agar manusia bisa fokus pada refleksi dan penerapan.
  • Bagikan praktik belajar pribadi secara terbuka untuk menormalkan pertumbuhan. Ceritakan kursus yang sedang diikuti, coaching yang dijalani, buku yang dibaca, serta pelajaran dari kesalahan. Ini menciptakan rasa aman bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama.
  • Beri penghargaan pada rasa ingin tahu, eksperimen, dan pelatihan lintas peran. Apresiasi individu yang mencoba hal baru, berbagi wawasan, atau mempelajari keterampilan di luar perannya. Rasa ingin tahu menular ketika dirayakan oleh pemimpin.

Organisasi yang belajar paling cepat, dan pemimpin yang memberi teladan pembelajaran tersebut, akan memimpin pasar.

7. Pengambilan Keputusan Berbasis Data & Budaya Eksperimen

Tim harus belajar bagaimana bereksperimen, menguji ide, iterasi, dan menggunakan data untuk memandu keputusan.

Di dunia yang kompleks dan cepat berubah, strategi “besar dan tinggal” (big-bang, set-and-forget) sangat berisiko. Sebaliknya, pemimpin yang sukses membangun budaya di mana menjalankan uji coba kecil, belajar dari hasil, dan menyesuaikan langkah menjadi hal yang normal.

Perubahan mindset ini sangat penting untuk kecepatan, inovasi, dan ketahanan.

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Gunakan siklus sederhana “hipotesis → uji → belajar → tingkatkan”. Sebelum menerapkan perubahan, tanyakan: “Apa hipotesis kita? Bagaimana kita mengujinya? Apa yang menjadi indikator keberhasilan?” Rekam apa yang dipelajari dan bagikan.
  • Bangun dashboard yang menampilkan hasil, kesejahteraan, dan pembelajaran, bukan sekadar aktivitas. Perhatikan metrik yang mencerminkan nilai nyata: hasil bagi pelanggan, kecepatan pengambilan keputusan, sentimen tim, pertumbuhan kemampuan, dan hasil eksperimen.
  • Ajarkan tim untuk menjalankan eksperimen kecil dengan aman. Tidak semua harus sempurna. Desain uji coba risiko rendah, sandbox, atau percobaan “aman untuk dicoba” agar orang bisa menguji cara kerja baru.
  • Hargai wawasan dan pembelajaran, bukan kesempurnaan. Ketika orang merasa harus selalu benar, mereka menyembunyikan kesalahan. Saat mereka tahu pemimpin menghargai pembelajaran, mereka membawa data dan ide yang lebih baik.

Kepemimpinan di 2026 berarti berpikir seperti seorang inovator, bukan sekadar operator.

Baca Juga: Cara Tim Efektif Mengubah Pertanyaan Menjadi Keputusan

8. Pergeseran Generasi & Budaya Kerja “Vibe”

coffee break

Pch.vector, Freepik

Generasi Z dan talenta Gen Alpha yang muncul mengubah ekspektasi kepemimpinan.

Mereka menghargai otentisitas, kreativitas, otonomi, dan makna. Mereka juga mengharapkan alur kerja berbasis AI untuk mengurangi gesekan dan meningkatkan kontribusi manusia. Mereka cenderung kurang terkesan dengan gelar, tetapi lebih memperhatikan apakah pemimpin nyata, inklusif, dan sejalan dengan nilai mereka.

Selain itu, muncul budaya kerja yang lebih informal dan “vibe-driven”: struktur longgar, eksperimen lebih banyak, serta gaya kerja kolaboratif dan sosial. Ini bisa membuka energi besar — tetapi harus dibarengi batasan yang jelas.

Cara pemimpin bisa bersiap:

  • Tentukan budaya yang diinginkan secara sengaja. Jangan biarkan tren atau media sosial menentukan budaya. Putuskan: perilaku apa yang dihargai? Bagaimana kita berkomunikasi? Bagaimana kita saling memperlakukan ketika menghadapi kesulitan?
  • Pasangkan talenta muda dengan pemimpin berpengalaman melalui model reverse mentoring. Biarkan karyawan muda berbagi fluensi digital, sosial, dan AI, sementara pemimpin berpengalaman memberikan penilaian, pengalaman, dan konteks. Kedua pihak tumbuh.
  • Seimbangkan kreativitas dan kecepatan dengan keahlian dan standar. Dorong eksperimen, tetapi tetapkan standar kualitas yang tidak bisa dinegosiasikan. “Bermain-main” bukan berarti ceroboh.
  • Bangun ritual pengambilan keputusan yang inklusif. Berikan suara nyata kepada pemimpin muda dalam proyek, retrospektif, dan diskusi strategi. Libatkan perspektif mereka sejak awal, bukan sebagai pelengkap.

Keberagaman generasi, jika dikelola dengan baik, menjadi keunggulan kompetitif yang kuat, bukan sumber ketegangan.

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan Pemimpin Selanjutnya?

Pertanyaan besar: “Harus mulai dari mana?”

Anda tidak perlu memperbaiki semuanya dalam semalam. Yang penting adalah momentum, mengambil langkah praktis yang membangun kepercayaan dan kemampuan dari waktu ke waktu.

Berikut rencana sederhana 90 hari untuk memulai:

30 Hari Pertama: Kejelasan & Fondasi

  • Buat “Prinsip AI” tim. Dokumen singkat yang menjelaskan bagaimana AI akan digunakan, di mana manusia tetap berperan, dan nilai utama tim (misal: etika, transparansi, keamanan).
  • Peta keterampilan tim: kekuatan, kelemahan, keterampilan yang dibutuhkan di 2026, dan blind spot.
  • Reset ekspektasi tim terkait hybrid, hasil, dan kolaborasi. Diskusi terbuka: Apa yang bekerja? Apa yang tidak? Aturan baru apa yang ingin diterapkan?

30–60 Hari: Eksperimen & Koneksi

  • Uji coba satu workflow “manusia + AI”. Pilih proses (misal: laporan, riset, ringkasan rapat) dan desain ulang dengan AI. Ukur dampak pada waktu, kualitas, dan stres.
  • Ciptakan ritual koneksi untuk meningkatkan rasa aman psikologis. Mulai dari pertanyaan check-in kecil, sesi refleksi bulanan, atau kelompok belajar peer-to-peer. Konsistensi lebih penting daripada kompleksitas.

Baca Juga: “How’s Your Day?” Pertanyaan Sederhana yang Bisa Mengubah Hidup Seseorang

  • Luncurkan inisiatif micro-learning (satu wawasan dibagikan tiap minggu). Setiap minggu, anggota tim berbeda berbagi satu hal yang dipelajari (kursus, buku, podcast, percakapan klien). Catat dan rayakan insight tersebut.

60–90 Hari: Integrasi & Peningkatan

  • Tinjau struktur peran untuk fleksibilitas dan kesesuaian keterampilan. Apakah peran terlalu kaku? Di mana bisa dibuat kerja lintas fungsi, proyek, atau pengembangan?
  • Bangun dashboard kepemimpinan (hasil, kesejahteraan, pembelajaran). Buat tampilan sederhana (misal di spreadsheet) yang melacak hasil utama, sentimen tim, aktivitas pembelajaran, dan eksperimen yang dijalankan.
  • Kodekan norma kerja baru dan bagikan. Dokumentasikan: “Beginilah cara kita bekerja sekarang” — prinsip, ritual, ekspektasi, dan komitmen. Bagikan secara luas dan tinjau secara rutin.

Pemikiran Akhir: Kepemimpinan Berubah, Tapi Intinya Tetap Manusia

Alat berubah. Tempat kerja berubah. Bahasa berubah.

Namun esensi kepemimpinan tetap sama:
Keberanian. Koneksi. Kejelasan. Kasih sayang. Karakter.

Pemimpin yang sukses di 2026 dan seterusnya adalah mereka yang memanfaatkan AI tanpa kehilangan kemanusiaan, menciptakan budaya kepercayaan dan pembelajaran, dan memimpin dengan niat, bukan reaksi.

Mereka bukan yang paling keras atau memiliki gelar paling mewah. Mereka adalah yang konsisten hadir, peduli secara mendalam, dan setiap hari memilih untuk memimpin dengan kebijaksanaan dan hati di dunia yang sangat membutuhkan keduanya.

Share artikel ini

Alt

Sonia adalah CEO LeadershipHQ dengan pengalaman luas dalam pengembangan organisasi, pembelajaran, fasilitasi, dan pengembangan kepemimpinan. Ia berkomitmen membangun kemitraan jangka panjang dengan klien serta berfokus pada pencapaian hasil terbaik bagi bisnis dan karyawan mereka.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

kerja di mana saja

Remote Working di Indonesia: Antara Kultur, Disiplin, dan Realita

Oleh Deddy Mahyarto Kresnoputro. Meski terlihat menjanjikan, mengapa penerapan remote working di Indonesia belum maksimal?

Jan 10, 2025 4 Min Read

ide

Mempertahankan Ide Mu

Dr. Pyatt dalam video ini secara singkat dan padat mengemukakan pandangannya tentang bagaimana mempertahankan ide-ide Anda dan apa yang perlu Anda lakukan jika ide-ide Anda tidak segera mendapatkan respons seperti yang Anda harapkan,

Jan 14, 2021 1 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest