Takut Mengakui Kita (Bisa) Salah

Mar 14, 2024 2 Min Read
berbuat salah
Sumber:

RDNE Stock Project dari Pexels.com

"People are fallible, and even the best people make mistakes." – Departemen Energi Amerika

Kita mesti mafhum, kalau setiap orang bisa berbuat salah. Front line worker (pekerja lapangan) sampai top level management diisi oleh manusia biasa, tidak ada yang setengah dewa (pinjam judul lagunya Iwan Fals), karena itu, sangat normal atau wajar kalau mereka berbuat salah.

Banyak kesalahan terjadi dalam kehidupan (dan pekerjaan) kita, dengan sebagian besar darinya tidak memiliki konsekuensi yang berarti.

Lantas, mengapa kita seakan memaksakan diri untuk menolak fakta bahwa beberapa orang tidak boleh salah ketika bekerja?

Mungkin salah satu jawabannya adalah kurangnya kita memahami diri kita sendiri, sebagai manusia.

Manusia dengan segala kelebihannya, memiliki juga keterbatasaan. Keterbatasan fisik (misalnya mengangkat manual beban berat tertentu), keterbatasan kognitif (mengingat, berpikir, pengambilan keputusan), atau emosional (bosan, jenuh, stres).

Kali ini saya akan coba membahas beberapa bias terkait pengambilan keputusan. 

Thaler menyebutkan 3 hal di antaranya yaitu anchoring, availability, dan framing.

Baca juga: Cara Menangani Kesalahan Anggota Tim

1. Anchoring 

Anchoring terjadi ketika kita memutuskan berdasarkan suatu hal (jangkar) yang sudah kita kenali, bisa berupa pengalaman atau informasi yang pertama kali muncul.

Misalnya ketika berbelanja, harga awal (anchor/jangkar) yang ditampilkan menjadi referensi perbandingan harga dan disesuaikan dari situ. 

Trik itu dimanfaatkan marketing untuk menampilkan harga awal yang lebih tinggi dari harga sebetulnya, karena penurunan harga dari referensi awal (jangkar) akan dianggap sebagai hal yang menguntungkan.

2. Availability (ketersediaan informasi)

Semakin sering kita menerima informasi tertentu, akan dianggap menjadi semakin serius atau besar kemungkinan kejadiannya.

Bias ini dipengaruh secara signifikan oleh pemberitaan/media sosial. Apalagi dengan adanya algoritma pada aplikasi media sosial yang akan semakin sering memunculkan topik/subyek berita/informasi yang kita like, share, atau search

3. Framing

Sedangkan framing sesuai namanya adalah bagaimana sebuah informasi disajikan/dikemas. 

Penyajian dengan kalimat positif atau negatif, misalnya menentukan bagaimana kita akan mengambil keputusan.

Contohnya, jika ditulis "90% orang yang dioperasi akan sembuh/berhasil", maka sebagian besar orang akan menyetujui tindakan medis operasi. 

Tapi jika ditulis "10% orang yang dioperasi tidak sembuh/gagal", meskipun fakta yang tersirat sama (ada 90% orang yang dioperasi sembuh dan 10% orang tidak sembuh), orang cenderung akan menghindar jika disodorkan 'bingkai' informasi yang kedua.

Dari sini, kita belajar bahwa manusia itu tidak sepenuhnya rasional atau logis. Ada bias atau kesalahan yang bisa terjadi dalam proses pengambilan keputusan. 

Ada banyak lagi bias lainnya. Mari kenali agar tidak terperosok di dalamnya. 

Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Syamsul Arifin.

Share artikel ini

Kepemimpinan

Tags: Kepemimpinan Tanpa Batas

References:

Richard H. Thaler & Cass R. Sunstein. 2008. Nudge: Memperbaiki Keputusan tentang Kesehatan, Kekayaan, dan Kebahagiaan. Jakarta.

Alt

Berangkat dari latar belakang pendidikan di bidang Occupational Health and Safety (OHS), Syamsul merupakan seorang profesional dengan 18 tahun pengalaman bekerja di perusahaan energi, minyak, dan gas. Saat ini, Syamsul berkarier sebagai Senior Analyst Occupational Safety di Pertamina.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Sherlock Holmes

Berpikir Seperti Sherlock Holmes

Sherlock Holmes adalah detektif terhebat di dunia. Sangat luar biasa bagaimana dia secara terus menerus memecahkan misteri yang paling sulit, sering kali menyelamatkan hidup atau menghentikan bencana yang akan datang.

Nov 03, 2021 3 Min Read

brilianto

3 Kunci Prinsip Kepemimpinan

Brillianto Rineksa, menguraikan 3 prinsip kepemimpinan yang diterapkan selama ini sebagai seorang yang menduduki posisi Sekjen ISRA. Prinsip pertama akan membantu seorang pemimpin sehingga tidak akan ditinggal oleh mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan kedepan bukan soal structural atau hirarki atas ke bawah, tetapi sebuah bentuk yang lebih nonformal bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin walaupun tidak memiliki sebuah posisi jabatan formal.

May 12, 2021 11 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest