Sudah Sukses? Inilah Cara Naik ke Level Berikutnya

August de Richelieu. Pexels
Saya duduk berhadapan dengan Craig Groeschel, salah satu pemimpin yang paling saya hormati dan produktif yang pernah saya kenal. Seorang pria yang membangun sesuatu yang besar, berarti, dan mengagumkan, serta mampu memimpinnya dengan niat, kualitas, dan energi yang luar biasa. Saya pun bertanya-tanya dalam hati: Bagaimana mungkin saya duduk dengan seorang eksekutif seperti itu dan mengatakan ada hal yang masih bisa diperbaiki?
Namun, tetap saja saya bertanya-tanya. Karena ketika Anda bekerja di dunia white space, ruang kecil yang berisi jeda strategis dan waktu untuk berpikir, Anda mulai melihat satu kebenaran yang sering diabaikan banyak orang: bahkan yang terbaik sekalipun sering kali bekerja dengan “oksigen” yang lebih sedikit dari yang mereka sadari.
Craig sangat terbuka. Ia bertanya, mendengarkan, dan mengangguk saat saya membagikan konsep tentang the wedge—ruang kecil 10 atau 15 menit yang kita sisipkan di antara rapat atau tugas untuk bernapas, merenung, dan mempersiapkan diri. Ia bahkan sempat bercanda: “Saya rasa saya tidak akan punya banyak wedge.”
Lalu ia menantang saya dengan pertanyaan yang sering saya dengar dari banyak pemimpin:
“Bantu saya memahami bagaimana membuat jeda seperti itu justru bisa membuat saya lebih produktif, bukan malah menghabiskan waktu.”
Itu pertanyaan yang wajar, bukan? Terutama dari seseorang yang sistem kerjanya sudah berjalan baik. Craig, dengan ukuran apa pun, sudah berada di puncak. Ia memimpin sebuah pelayanan global, mengelola tim besar, menulis buku, menjadi pembawa acara salah satu leadership podcast teratas di dunia, dan entah bagaimana masih bisa mengangkat orang-orang di sekitarnya. Ia tidak kekurangan kesuksesan. Ia sudah ada di sana.
Baca Juga: Harapan: Keterampilan Hidup yang Perlu Kamu Miliki
Lalu, Apa yang Masih Bisa Dioptimalkan?
Itulah pertanyaan yang memantik sesuatu dalam diri saya. Karena mungkin, di situlah kita melanjutkan percakapan tentang kinerja. Bukan hanya: Bagaimana kita sampai ke puncak? Tetapi: Apa yang ada di atasnya?
Dalam pengembangan kepemimpinan, kita menghabiskan banyak waktu membantu orang mencapai ketinggian tertentu. Namun jarang kita bertanya: Apa yang terjadi setelah itu? Apa yang terjadi ketika Anda sudah mendaki gunung itu, tetapi masih merasakan bahwa ada satu “gigi” lagi yang belum digunakan?
Inilah keyakinan saya: Ketika Anda mencapai puncak permainan Anda, level berikutnya bukan tentang melakukan lebih banyak. Melainkan tentang menjadi lebih siap untuk menyambut kecemerlangan Anda sendiri.
Karena seberapa pun suksesnya Anda, selalu ada pemikiran yang belum sempat terpikirkan. Ide-ide yang belum terkoneksi. Ruang batin yang belum dijelajahi karena kalender Anda tak pernah memberi ruang untuk menjelajahinya. Bahkan di tingkat keunggulan tertinggi, masih ada ketinggian yang belum tersentuh.
Ruang di Balik Kesuksesan
Di salah satu titik percakapan saya dengan Craig, saya mengatakan kepadanya, setengah merenung, setengah menantang:
“Kita belum tahu apa yang bisa Anda capai dengan lebih banyak margin. Dan kita belum tahu pemikiran tingkat selanjutnya yang mungkin muncul kalau Anda duduk, melihat keluar jendela 15 menit sehari, memasak, bermain, dan bereksperimen. Siapa yang tahu tingkatan kejeniusannya bisa sampai mana?”
Ia menyimaknya. Tidak defensif, tidak pula mengabaikan. Hanya… penasaran. Saat itulah saya menyadari: Pertanyaan sebenarnya bukanlah apakah seseorang seperti Craig butuh White Space. Pertanyaannya adalah: Apa yang bisa lahir di dalamnya?
Bill Gates terkenal menghilang dua kali setahun untuk yang ia sebut “Think Weeks.” Ia mengasingkan diri di sebuah kabin, membaca, mencatat, dan membiarkan pikirannya ke mana pun ia mau. Break yang disengaja seperti itu, katanya, adalah tempat di mana beberapa ide terpenting Microsoft pertama kali muncul.
Gates sudah “berhasil.” Tapi ia terus mendaki, bukan dengan mendorong lebih keras, tapi dengan menjadi lebih tenang. Dan mungkin di situlah perbedaan sebenarnya. Pemain hebat memeras setiap tetes waktu dalam sehari. Tapi mereka yang benar-benar melampaui ekspektasi diri mereka sendiri adalah mereka yang menyisakan sedikit ruang di dalam gelasnya.
Ilusi Bahwa Semua Sudah Selesai
Inilah titik di mana banyak pemimpin berhenti, tepat di ambang “apa yang selanjutnya.” Karena kesuksesan punya cara licik untuk berbisik: Sudah cukup.
Itu membuat kita berpikir kita telah mencapai bentuk akhir dari efektivitas kita. Padahal pikiran tak pernah berhenti berkembang; ia hanya butuh ruang untuk melakukannya. Dan ruang itulah yang sering diisi habis-habisan oleh para pemimpin, karena kita terlalu terbiasa menyamakan nilai dengan aktivitas.
Inilah yang saya katakan kepada para eksekutif yang saya dampingi: Anda bukanlah tanpa batas. Tapi pekerjaan itu tanpa batas. Jadi bagaimana kalau Anda menukar satu email dengan satu ide? Satu rapat dengan satu momen kejernihan yang nyata?
Bukan karena Anda tidak efisien. Tapi karena Anda sudah hebat, dan sekarang Anda penasaran tentang apa lagi yang mungkin.
Sebuah Undangan
Jadi saya tinggalkan Anda dengan satu pemikiran: Apakah ada sesuatu yang lebih tinggi dari puncak? Dan jika ada, apa yang perlu Anda lakukan berbeda untuk mencapainya?
Tidak semua pemimpin siap untuk bertanya hal itu. Tapi sebagian akan. Dan jika itu Anda, saya harap Anda mau mengambil satu wedge. Cukup satu. Lima belas menit. Duduk. Bernapas. Biarkan otak Anda mengembara.
Jangan mencoba menyelesaikan apa pun. Cukup ciptakan kondisi di mana sesuatu bisa muncul.
Karena jika ini yang sudah Anda bangun tanpa margin… saya tidak sabar ingin melihat apa yang akan terjadi berikutnya.
Kepemimpinan
Juliet Funt adalah Founder dan CEO dari Juliet Funt Group & penulis buku best seller ‘A Minute to Think’.