Self-Leadership di Era #KaburAjaDulu: Tetap Tumbuh Tanpa Harus Pergi

Akil Mazumder, Pexels
Fenomena “Kabur” yang Jadi Tren
Beberapa waktu terakhir, media sosial di Indonesia dipenuhi dengan istilah #KaburAjaDulu. Ungkapan ini muncul sebagai refleksi dari keresahan generasi muda, khususnya Gen Z, yang menilai bahwa pilihan terbaik untuk bertahan hidup adalah dengan mencari peluang di luar negeri.
Pada artikel sebelumnya, saya telah membahas hal-hal yang perlu dipersiapkan apabila seseorang benar-benar ingin menempuh jalan tersebut. Namun, kali ini kita akan membicarakan pilihan lain, yaitu tetap bertahan di tanah air dan berupaya memperbaiki diri melalui self-leadership.
Pandangan untuk pergi tentu memiliki alasan. Banyak di antara mereka merasa bahwa pendapatan di Indonesia tidak sebanding dengan kebutuhan hidup, lingkungan kerja terlalu melelahkan, serta kesempatan berkembang masih terasa terbatas.
Di berbagai media sosial, kita dapat menemukan curahan hati anak muda yang mengatakan, “Mau kerja mati-matian, hasilnya hanya UMR. Lebih baik kabur dulu.” Ada pula yang menyampaikan, “Lebih baik menjadi pelayan di luar negeri namun dihargai, daripada bekerja kantoran di sini tetapi merasa dieksploitasi.”
Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting: benarkah pergi ke luar negeri adalah satu-satunya solusi?
Mengapa #KaburAjaDulu Terjadi?
Ada beberapa faktor yang membuat tren ini terasa relevan bagi banyak orang:
1. Tekanan Ekonomi
Biaya hidup naik, harga rumah semakin tidak terjangkau, sementara gaji banyak pekerja muda masih stagnan. Kondisi ini menimbulkan kesenjangan antara pendapatan dan kebutuhan. Akibatnya, banyak anak muda merasa tidak memiliki peluang untuk mencapai stabilitas finansial di tanah air.
2. Lingkungan Kerja yang Toxic
Budaya lembur, gaya kepemimpinan otoriter, serta minimnya apresiasi membuat generasi muda rentan mengalami kelelahan mental. Tidak jarang, kesehatan fisik dan psikologis terabaikan demi memenuhi tuntutan kerja. Lingkungan yang tidak sehat ini mendorong mereka untuk mencari ruang kerja yang lebih manusiawi.
3. Minimnya Kepastian Karier
Banyak pekerja hanya ditawarkan kontrak jangka pendek tanpa jalur pengembangan yang jelas. Minimnya jaminan kepastian karier membuat mereka sulit merencanakan masa depan. Hal ini memperkuat keinginan untuk mencari lingkungan yang menawarkan struktur jenjang karier lebih transparan.
4. Ketidakpercayaan pada Sistem
Korupsi, birokrasi yang berbelit, serta ketidakadilan dalam dunia kerja semakin menambah rasa frustrasi. Keyakinan bahwa usaha keras tidak selalu berbanding lurus dengan hasil menimbulkan sikap pesimis. Tidak sedikit anak muda akhirnya merasa bahwa sistem di luar negeri lebih adil dan layak untuk diperjuangkan.
Tidak heran kalau sebagian anak muda merasa solusi tercepat adalah mencari hidup baru di luar negeri.
Namun, ada satu hal yang sering terlewat: ke mana pun kita pergi, diri kita akan tetap ikut. Kalau kita tidak bisa memimpin diri sendiri, pindah negara pun tidak menjamin masalah selesai.
Apa Itu Self-Leadership?
Sebelum bisa menjadi pemimpin bagi orang lain, seseorang perlu terlebih dahulu bisa memimpin dirinya sendiri. Konsep ini dikenal dengan nama self-leadership.
Self-leadership atau kepemimpinan diri adalah kemampuan untuk:
- Self-awareness: Mengenali kekuatan dan kelemahan diri.
- Self-regulation: Mengatur emosi, mengendalikan reaksi, dan tetap fokus pada tujuan.
- Self-motivation: Menjaga semangat meski lingkungan tidak selalu mendukung.
- Self-growth: Mencari kesempatan belajar dan berkembang, bukan menunggu kesempatan datang.
Dengan self-leadership, seseorang tidak hanya reaktif pada keadaan, tetapi proaktif membentuk jalan hidupnya sendiri.
Baca Juga: Self-Leadership: Arti dan Cara Mengembangkannya
5 Strategi Sukses di Era #KaburAjaDulu
Kalau kamu merasa relate dengan tren #KaburAjaDulu, berikut beberapa strategi self-leadership yang bisa membantu kamu tetap tumbuh tanpa harus buru-buru kabur:
1. Bangun Portable Skill
Portable skill adalah keterampilan yang bisa kamu bawa dan dipakai di mana saja, baik di Indonesia maupun luar negeri. Misalnya:
- Digital skill (content creation, data analysis, coding).
- Bahasa asing (Inggris, Mandarin, Arab, Jepang).
- Public speaking dan menulis.
Baca Juga: Percaya Diri Tanpa Berlebihan: Kunci Sukses Public Speaking
Dengan skil ini, kamu lebih fleksibel menghadapi perubahan dan tidak terjebak hanya pada satu opsi pekerjaan.
2. Bergabung dengan Komunitas Positif
Kadang kita merasa buntu karena hanya melihat lingkaran kecil kita saja. Bergabung dengan komunitas, baik daring maupun luring, bisa membuka perspektif baru. Banyak komunitas anak muda Indonesia yang aktif mengadakan kelas, diskusi, bahkan projek kolaboratif. Dari sinilah peluang karier dan bisnis sering muncul.
3. Ciptakan Peluang Kecil dari Sekarang
Tidak perlu menunggu kesempatan besar. Mulailah dengan projek kecil seperti freelance, jualan online, atau bahkan menjadi sukarelawan. Projek kecil ini bisa menjadi portofolio yang membuka jalan lebih luas.
Contohnya, banyak penulis dan desainer grafis yang memulai sebagai freelance kecil di platform online, lalu berkembang jadi karier utama.
4. Ubah Pola Pikir yang Serba Instan
Kabur memang terlihat sebagai jalan keluar instan. Tapi, mulailah dengan introspeksi diri sebagai langkah awal untuk berkembang:
- “Keterampilan apa yang bisa aku kembangkan bulan ini?”
- “Proyek apa yang bisa aku selesaikan dalam tiga bulan?”
- “Siapa mentor atau teman yang bisa aku pelajari?”
Pola pikir ini membuat kita tetap produktif meski lingkungan sekitar belum ideal.
5. Belajar dari Figur dalam Negeri
Banyak anak muda Indonesia yang berhasil membuktikan bahwa kesuksesan tidak datang secara instan. Mereka tidak sekedar ‘beruntung’ atau punya koneksi, tapi datang dari self-leadership yang kuat, yaitu memimpin dirinya sendiri sebelum bisa memimpin orang lain. Contoh nyata adalah bagaimana seorang konten kreator muda berani menahan diri untuk tetap konsisten mengunggah konten selama bertahun-tahun sebelum akhirnya mendapat pengakuan publik.
Contoh itu menunjukkan bahwa self-leadership bukan hanya tahu satu arah, tapi juga berani berjalan pelan-pelan dan konsisten. Daya tahan menghadapi kegagalan dan tekad untuk bangkit lagi adalah bahan bakar utamanya menuju kesuksesan. Dari para role model itu, kita belajar bahwa tumbuh di tanah air pun mungkin, asalkan kita mampu memimpin diri melewati fase-fase sulit.
Dari Self-Leadership ke Leadership Sejati
Self-leadership bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga fondasi untuk memimpin orang lain.
Pemimpin masa depan lahir dari mereka yang:
- Punya kendali atas diri sendiri.
- Bisa menginspirasi orang lain lewat teladan nyata.
- Berani membuat perubahan meski dalam skala kecil.
Jika banyak anak muda Indonesia menerapkan self-leadership, maka tren “kabur” bisa berubah menjadi tren “bangun”. Membangun diri, komunitas, dan bangsa.
Kabur Boleh, Memimpin Diri Harus
Tidak ada yang salah dengan mimpi pergi ke luar negeri. Banyak orang sukses setelah belajar atau bekerja di luar negeri. Tapi, jangan lupa: kemana pun kamu pergi, dirimu akan selalu ikut.
Kabur mungkin solusi jangka pendek. Tapi memimpin diri sendiri adalah solusi jangka panjang. Karena pada akhirnya, bukan soal dimana kita berada, melainkan siapa diri kita saat menghadapi tantangan. Dengan self-leadership sebagai tiket untuk tumbuh, baik di Indonesia, maupun di belahan dunia manapun.
Kepemimpinan
Tags: Jadilah Seorang Pemimpin, Kepemimpinan Tanpa Batas, Konsultasi, Pertumbuhan, Sifat Positif
Manisha adalah editor dan penulis di Leaderonomics. Ia percaya tulisan memiliki kekuatan untuk belajar dan membawa perubahan dengan menginspirasi banyak orang.