Feedback Bukan Sekadar Kritik tapi Cara Membangun Performa dan Hubungan

Tima Miroshnichenko. Pexels
Pernahkah Anda melihat ekspresi wajah seorang karyawan yang tegang ketika Anda berkata, “Saya mau bicara sebentar tentang pekerjaan Anda”? Reaksi ini sering muncul karena kata feedback sudah terlanjur dikaitkan dengan kritik, kesalahan, atau bahkan teguran.
Sebagai pemimpin atau profesional HR, tugas kita adalah mengubah cara pandang tersebut. Feedback yang efektif bukan sekadar mencari kesalahan, melainkan investasi pada pertumbuhan dan pengembangan seseorang. Ini adalah alat yang sangat kuat untuk meningkatkan kinerja, membangun kepercayaan, serta menciptakan budaya belajar yang berkelanjutan.
Lalu, bagaimana cara memberikan umpan balik yang membangun tanpa merusak motivasi? Berikut tiga langkah praktis yang bisa Anda terapkan.

Tima Miroshnichenko. Pexels
Langkah 1: Spesifik dan Berbasis Fakta (Situation)
Kesalahan terbesar dalam memberikan feedback adalah terlalu umum. Hindari kalimat seperti “Performa Anda akhir-akhir ini menurun” atau “Anda kurang proaktif”. Kalimat semacam ini tidak memberi panduan yang jelas dan justru membuat karyawan merasa defensif.
Fokuslah pada situasi tertentu.
- Contoh kurang tepat: “Anda kurang tepat waktu dalam menyelesaikan laporan.”
- Contoh yang baik: “Saat kita membahas laporan penjualan bulan lalu, saya melihat ada beberapa data yang tidak akurat. Hal itu membuat kita perlu waktu tambahan untuk revisi.”
Baca Juga: Mengapa Orang Indonesia Tidak Terbiasa dengan Feedback?
Langkah 2: Fokus pada Perilaku, Bukan Pribadi (Behavior)
Tujuan utama feedback adalah mengubah perilaku, bukan menilai kepribadian. Selalu bedakan antara tindakan seseorang dengan siapa orang tersebut. Ini penting untuk menjaga hubungan tetap profesional dan positif.
- Contoh kurang tepat: “Anda adalah orang yang ceroboh.”
- Contoh yang baik: “Di rapat kemarin, Anda beberapa kali memotong pembicaraan rekan kerja. Perilaku tersebut bisa membuat tim merasa kurang dihargai.”
Langkah 3: Jelaskan Dampaknya (Impact)
Setelah menjelaskan situasi dan perilaku, sampaikan dengan jelas dampaknya. Bisa berupa dampak positif maupun negatif. Penjelasan inilah yang membuat feedback terasa relevan dan bermakna.
- Contoh kurang tepat: “Jangan memotong pembicaraan.”
- Contoh yang baik: “Ketika Anda memotong pembicaraan rekan kerja, tim kehilangan kesempatan mendengar ide-idenya. Hal ini bisa memengaruhi kualitas keputusan yang kita ambil.”
Baca Juga: Memimpin Dari Belakang, Menciptakan Sebuah Dampak
Mengapa Feedback yang Membangun Sangat Penting?
- Meningkatkan performa. Karyawan tahu persis apa yang perlu diperbaiki dan bagaimana cara melakukannya, sehingga mereka bisa langsung bertindak.
- Meningkatkan kepercayaan. Ketika feedback disampaikan dengan adil dan niat baik, hubungan antara atasan dan bawahan menjadi lebih kuat. Karyawan akan melihat Anda sebagai mentor, bukan sekadar penilai.
- Meningkatkan kompetensi. Feedback yang jelas dan terarah menjadi panduan praktis untuk pengembangan keterampilan. Ini adalah inti dari strategi talent development yang berhasil.
Saatnya Membuka Ruang untuk Tumbuh
Feedback yang membangun bukan tentang menyoroti kekurangan, melainkan membuka ruang baru agar setiap orang bisa berkembang lebih jauh. Inilah momen ketika percakapan sederhana bisa menjadi titik balik besar, baik bagi individu maupun tim.
Sebagai pemimpin, mari jadikan setiap feedback bukan sekadar kata-kata, melainkan undangan untuk tumbuh, melangkah lebih berani, dan memberi dampak yang lebih luas.
Kepemimpinan
Jumadi Subur, seorang Performance & Competency Expert dengan latar belakang Doktor Ilmu Manajemen. Beliau memiliki passion untuk membantu individu dan organisasi membuka potensi terbaiknya. Dengan pengalaman dalam manajemen kinerja, pengembangan kompetensi, kepemimpinan, hingga solusi kesejahteraan karyawan, Jumadi Subur berfokus pada bagaimana SDM bisa menjadi fondasi utama kesuksesan bisnis yang berkelanjutan.