Bias Gender: Covid-19, Dunia Kerja, dan Masa Depan

Feb 17, 2022 2 Min Read
Bias gender di tempat kerja
Sumber:

Magda Ehlers dari Pexels.com

Apakah bias gender masih sering terjadi?

Bias gender atau kecenderungan untuk lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin daripada yang lain, mewakili jenis bias yang tidak disadari oleh seseorang karena prasangka, sikap, atau stereotip tertentu. Hal ini umum kita temui di dunia kerja, dari ketimpangan gaji, posisi jabatan struktural, penilaian kinerja, dukungan, dan lain sebagainya. Masing-masing dari kita pun perlu memperjuangkan kesetaraan demi menghilangkan jarak yang telah menyebabkan perpecahan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pertanyaannya adalah, bagaimana isu kesetaraan di tengah situasi pandemi? Sudahkah pandangan kita berubah? Apakah pencapaian kesetaraan gender mundur di masa pandemi?

Baca juga: Pemberdayaan Perempuan dalam Lingkungan Kerja

Tren baru bias gender

Beberapa tahun terakhir, dunia telah menunjukkan kemajuan dalam berbagai aspek kesetaraan gender. Wanita diberikan peluang lebih dalam posisi jabatan struktural dan semakin terlibat di bidang politik. Namun demikian, bias gender masih terjadi di sebagian besar tempat kerja dan lingkungan masyarakat. Tampak bahwa inklusivitas masih menjadi persoalan yang perlu kita perjuangkan ke depannya.

Pada tahun 2021, penelitian Society of Hospital Medicine menunjukkan bahwa bias gender di tempat kerja masih berlanjut, mempengaruhi wanita dari warna kulit, usia, dan etnis yang berbeda. Pandemi Covid-19 juga berdampak pada wanita dan membuat pekerjaan mereka 1,8 kali lebih rentan dibandingkan pria. Mengapa ini bisa terjadi? Dengan masalah ketidaksetaraan gender yang ada sebelumnya, wanita rentan terkena dampak ekonomi dari pandemi. McKinsey mencatat bahwa pandemi membuat 4,5% pekerjaan wanita berisiko, sedangkan 3,8% bagi pekerjaan pria.

Mungkin Anda berpikir, lalu bagaimana dengan pria? Banyak pula stereotip dan prasangka yang dilekatkan pada pria, seakan-akan mereka adalah individu yang agresif dan berbahaya. Pria pun mengalami diskriminasi dan bias di tempat kerja. Walaupun persentase antara wanita dan pria timpang, hal ini tidak menutupi fakta bahwa masalah gender juga dialami pria. 

Ya, penting untuk menyadari bahwa ketidaksetaraan gender mempengaruhi semua jenis kelamin dan membutuhkan pola pikir berbeda tentang bagaimana kita sebagai individu memandangnya.
 

Bagaimana Covid-19 mempengaruhi dunia kerja?

Pandemi telah membuat kebanyakan dari kita untuk bekerja dari rumah. Apakah bekerja dari rumah membuat kita lebih produktif atau justru sebaliknya? Tergantung Anda bertanya kepada siapa, pandangan tentang hal ini bervariasi dari jenis kelamin dan karyawan satu ke karyawan lainnya. Sebagian menyukai fleksibilitas dari bekerja di rumah dan yang lain kesulitan untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga.

Sejak bekerja jarak jauh menjadi norma baru, beberapa berpendapat bahwa hal itu berpotensi membantu wanita untuk lebih fleksibel mengatur jadwal mereka. Namun, ada pula kekhawatiran bahwa masalah burnout akan meningkat. Banyak wanita mempertimbangkan untuk berhenti bekerja atau turun jabatan agar mampu menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dan kehidupan di rumah. Lantas, mengapa perempuan disoroti dalam skenario ini? Faktanya, ekspektasi terhadap perempuan untuk bertanggung jawab atas anak-anak dan rumah tangga sementara laki-laki mencari nafkah untuk keluarga masih bertahan sampai sekarang–terutama dalam budaya Asia. 

Pada laporan McKinsey yang sama, wanita dikatakan lebih rentan meninggalkan pekerjaan dibandingkan pria karena stres dan tanggung jawab tertentu yang harus mereka penuhi. Meskipun ekspektasi terhadap ibu telah berubah dan diseimbangkan dengan peran ayah, wanita lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka.

Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa kerja jarak jauh telah mengurangi burnout yang dialami banyak karyawan. Faktanya, bekerja dari rumah meningkatkan inovasi, keterlibatan bekerja secara daring, komitmen organisasi, dan inklusivitas yang lebih besar di antara karyawan. Menariknya, baik karyawan pria dan wanita juga kini dikatakan berpeluang lebih kecil untuk pindah tempat kerja.

Pada intinya, bekerja dari rumah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Meskipun begitu, fleksibilitas tersebut memberikan pria dan wanita waktu dan ruang mereka untuk produktif bekerja. Tidak lupa juga bahwa ini merupakan salah satu cara untuk mencapai kesetaraan di tempat kerja.
 

Harapan untuk dunia kerja di masa depan

Alt

Sumber: Aaron Burden dari Pexels.com

Setiap harinya kita menyadari berbagai aspek dunia kerja yang berubah, baik dari budaya hingga aturan di tempat kerja. Lantas, apa saja yang saya harapkan untuk dunia kerja di masa depan?

Pertama, saya harap fleksibilitas di tempat kerja dapat diterapkan untuk jangka panjang. Selain kita memiliki kesempatan untuk menentukan jadwal terbaik untuk bekerja, hal tersebut juga mendorong produktivitas. Khususnya orangtua yang dapat mengambil cuti untuk keperluan rumah tangga dan mendelegasikan jam kerja ke waktu yang paling cocok untuk mereka. Begitu pula bagi para ibu yang dapat menyeimbangkan waktu untuk pekerjaan dan keluarga mereka, tanpa kehilangan momentum di tempat kerja. Pada akhirnya, hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah ketimpangan gender yang terjadi di tempat kerja saat pandemi.

Selanjutnya, saya harap suatu hari nanti terdapat kultur di mana karyawan (pria dan wanita) diperbolehkan untuk rehat sejenak karena kondisi emosional (contoh: stres, burnout) dan fisik (contoh: menstruasi untuk wanita) yang tidak mendukung tanpa adanya pemotongan gaji. Hal ini untuk memastikan bahwa kesehatan dan kesejahteraan karyawan tetap terjamin hingga pada akhirnya mereka dapat memberikan yang terbaik dalam bekerja.

Berkaitan dengan hal tersebut, waktu kerja yang fleksibel juga menciptakan budaya kerja baru di mana performa kerja seorang karyawan tidak diukur dengan durasi kerja, melainkan kualitas kerja yang mereka lakukan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan budaya kerja pra-pandemi yang mengharuskan karyawan untuk bekerja lembur, melakukan lebih banyak shift malam, dan menambah jam kerja. 

Tampak bahwa budaya kerja saat ini mengalami perubahan, di mana orang-orang cenderung lebih menghargai produktivitas dan kualitas kerja. Terlebih, hal ini mampu memberikan cara yang lebih adil untuk mengevaluasi kinerja seseorang.

Saya harap dunia kerja ke depannya akan semakin inklusif, dengan memberikan peluang dan dukungan setara untuk semua orang terlepas dari jenis kelamin, usia, etnis, pengalaman, latar belakang, dan keadaan hidup seseorang. Hal tersebut memberikan ruang bagi setiap karyawan untuk bersuara dan didengar, agar kita dapat memahami sudut pandang yang berbeda. Penelitian juga menyatakan bahwa salah satu aspek penting bagi karyawan (wanita yang mengidentifikasi diri sebagai non-biner, kelompok marjinal, dan lainnya) untuk menjadi sukses dan mampu bertahan di tempat kerja adalah dengan adanya kesetaraan dan budaya inklusif di tempat kerja.

 

Kalimat penutup

Bagaimana kita bisa memerangi bias gender di tempat kerja? Apa yang Anda harapkan untuk itu? Pendapat saya adalah bahwa inklusivitas, fleksibilitas, dan budaya kerja yang mendukung sangat penting dalam mempromosikan kesetaraan di tempat kerja dan melawan bias.
 

Mencapai kesetaraan gender membutuhkan keterlibatan perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki. Itu adalah tanggung jawab setiap orang." - Ban Ki-Moon.


Dengan ini, kita semua memiliki peran untuk mewujudkan dunia yang lebih inklusif. Saat kita terus maju dan mengevaluasi perubahan di tempat kerja sekarang ini dan masa depan, mari kita ingat bahwa itu merupakan tanggung jawab kita semua. Ingatlah bahwa perubahan, baik besar atau kecil, bisa dimulai dari Anda!

Simak diskusi berikut tentang inklusivitas di tempat kerja:

Share artikel ini

Komunitas

Tags: Konsultasi

References:

Alt
Cerdas dan gigih, itulah Lynette. Lynette adalah seorang mahasiswi psikologi tingkat akhir yang telah menyelesaikan magangnya di tim editorial Leaderonomics pada Februari 2022.
Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Apa itu Big Data dan Mengapa itu Penting?

Apa itu Big Data dan Mengapa itu Penting?

Di dunia ini, banyak hal yang sangat besar dan kompleks sehingga mau tidak mau hal tersebut berdampak ke semua orang. Big Data adalah salah satunya, yang mampu mentransformasikan cara kita berbisnis dan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan kita sehari-hari.

Jan 17, 2022 4 Min Read

toxic boss

4 Cara Menghadapi Seorang Toxic Boss

Seringkali kita temui segelintir orang yang bekerja untuk bos yang tidak menghargai mereka sama sekali dan bahkan ini dapat dikatakan sebagai toxic boss karena dapat membuat karyawan jenuh dan lingkungan yang tidak sehat di kantor. Hal ini tentu saja harus dihentikan.

Aug 30, 2021 2 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest