Belajar Bagaimana Cara untuk Belajar

Apr 22, 2024 4 Min Read
belajar
Sumber:

Storyset dari Freepik.com

Pagi itu, tidak lama setelah waktu Shubuh saya tiba di halaman rumah. Saya berkereta malam dari Semarang setelah sehari sebelumnya roadshow di UGM dan UNDIP. Meeting di UNDIP yang di-host oleh Wakil Rektor IV Prof Ambariyanto berlangsung efektif. Kami khusus membahas persiapan program Hannover Messe Kementerian Perindustrian. Setelahny,a masih dilanjut diskusi dengan Wakil Rektor II dan Wakil Rektor III di ruang rektorat. 

Sehabis rangkaian acara selesai selepas Maghrib, Pak Staf Ahli Menteri dan Pak Direktur Perwilayahan Industri masih mengajak ngopi petang tentunya sambil merampung program hari itu. Saya dengan sopan minta izin karena perlu mengejar kereta ke Bandung malam itu dan perlu berangkat lebih awal karena saya perlu mengunjungi ayah saya yang tinggal di Semarang. 

Biasanya, saya akan mampir ke warung sate kesukaan ayah saya, tapi malam itu saya memesannya melalui GoFood. Alhamdulillah semuanya sesuai jadwal. Saya bisa menemani ayah saya makan malam sambil mengobrol, sholat isya dan langsung berangkat ke stasiun dan tiba beberapa saat sebelum kereta berangkat.

You need to get some sleep, begitu istri saya bilang ketika membukakan pintu gerbang. Tapi saya memang harus merapikan bahan presentasi saya untuk pagi itu di SMA Taruna Bakti. Acara yang jadwalnya sudah ditetapkan sejak sebulan sebelumnya dan termasuk yang saya prioritaskan. 

Pagi itu, saya akan memberikan materi mengenai “Education of the Future” di depan seluruh guru SMA di sana. Sulung saya saat ini belajar di kelas XI jalur bilingual. Tentulah, selain berbagi mengenai pengalaman saya sebagai seorang yang lama berkiprah dalam dunia akademik, saya juga mempunyai kesempatan closing the loop dalam pendidikan anak saya sendiri. Jadilah pagi itu saya tetap meneruskan bekerja ditemani secangkir kopi.

Baca juga: Pentingnya Keterampilan Bertanya

Acara berlangsung lancar dan saya bersyukur materi yang saya sampaikan beresonansi dengan baik dengan semua peserta. Rangkuman dari presentasi saya adalah:

  • Profesi guru dan pendidik adalah pilar dari kemajuan sebuah bangsa. Sudah selayaknya bila pekerjaan ini memperoleh penghargaan dari segi pengakuan maupun reward yang memadai.
  • Tugas pendidik bukan untuk membuat setiap anak didiknya mencapai angka-angka tinggi dalam setiap tes dan ujian, tapi utamanya untuk mendampingi dan menghantarkan anak didik untuk menemukan dirinya dan bakat terbaiknya. Tidak harus atau tidak perlu semua anak menguasai dan bakat dalam matematika atau fisika. Ada sebagian yang kejeniusannya dalam bidang kria atau musik. Ini yang perlu ditemukan melalui bimbingan terprogram dan berkelanjutan.
  • Tidak ada anak yang bodoh. Rentang kejeniusan atau kepintaran, tidak sebagaimana yang diduga orang, sebenarnya sangat lebar. Seperti spektrum gelombang, dari warna merah ke biru, ada berbagai warna. Setiap anak dilahirkan dengan jenis kejeniusan tertentu. Anak dengan kejeniusan jenis merah yang dipaksa biru akan terlihat bodoh.
  • Proses pendidikan, bila diibaratkan seperti orang berlari, lebih seperti marathon bukan sprint. Diperlukan energi untuk stamina jangka panjang. Energi yang tidak ada habisnya datang dari rasa gembira. Ciptakan kurikulum yang memberikan ruang kepada peserta didik, one way or another, untuk bisa belajar dengan rasa gembira. Pak Menteri Pendidikan yang baru mengistilahkannya dengan konsep kemerdekaan dalam belajar.
  • Esensi dari proses pendidikan adalah mengeluarkan seseorang dari kegelapan menuju titik terang. Dari ketidaktahuan menjadi pemahaman. Dari ketidakpercayaan menjadi keyakinan. Namun tugas pendidik bukan mendikte dan menentukan masa depan, hanya mendampingi anak didik untuk secara percaya diri menentukan masa depannya sendiri.
  • Dunia berubah secara cepat, sistem pendidikan perlu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah. “The world is changing. We need to think and rethink everything connected to school.” (Irmeli Halinen, Head of Curriculum Development, Finnish National Board of Education). Bahkan dengan posisi tinggi yang sudah mapan dalam peringkat sistem pendidikan di dunia, pemerintah Finlandia tetap berani untuk melakukan hal-hal baru yang terkait dengan sistem sekolah.
  • Kurikulum perlu selalu beradaptasi dengan tuntutan zaman. Dalam era industri 4.0, di tahun 2022 akan ada 75 juta pekerjaan yang hilang akibat otomasi dan digitalisasi, namun ada 133 juta pekerjaan baru. Bila kurikulum tidak disesuaikan, ada potensi anak didik kita dibekali dengan keilmuan yang ketika lulus sudah tidak diperlukan lagi di industri (karena sudah digantikan oleh mesin dan algoritma).
  • Sekolah dan sistem pendidikan perlu meredefinisi “core competence” yang mencerminkan tantangan dan kebutuhan mutakhir dunia industri. Sebuah negara kecil di Skandinavia, Finlandia, merumuskan tujuh jenis kompetensi inti dimana kita bisa jadikan referensi:
  1. Kemampuan berpikir dan belajar cara untuk belajar.
  2. Pengetahuan budaya, kolaborasi dan ekpresi
  3. Kecakapan kehidupan sehari-hari (everyday life skills)
  4. Kemampuan multi-literasi
  5. Literasi teknologi informasi dan komunikasi
  6. Kemampuan entrepreneurship
  7. Partisipasi, kewarganegaraan aktif, dan membangun masa depan yang berkelanjutan

Baca juga: 7 Cara Update Kemampuan Otak untuk Menghadapi AI

Rasanya waktu 1~2 jam tidak cukup untuk membahas tema penting tersebut. Apalagi saya biasa mengadakan kuis berhadiah pada akhir seminar. Ada tiga guru yang beruntung memperoleh buku pertama dari Tetralogi Ngopi Bareng Mas Choy. 

Pak Asep Gunawan, Kepala SMA, mengatakan bahwa materi pendahuluan ini perlu didalami lebih jauh. Dalam perjalanan ke depan beberapa guru mengantar saya, saya mencatat ada antusiasme mengenai bagaimana topik-topik tersebut bisa dielaborasi. Saya memang mengatakan bahwa bila pendidik bisa membimbing murid-muridnya untuk menemukan “klik”nya, maka lebih dari separuh dari pekerjaan mereka sudah selesai. Anak didik akan bisa bekerja keras untuk dirinya sendiri, tanpa perlu disuruh dan dikejar-kejar. Self-propelling individual. Orang Jepang menamakan zona “klik” ini sebagai “Ikigai”. Saya berjanji untuk membahasnya di kesempatan berikutnya.

Ikigai. Ya, bagaimana kita menemukannya?

Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Dr. Agus Budiyono.

Share artikel ini

Komunitas

Tags: Sifat Positif

Alt

Agus memiliki latar belakang pendidikan program studi S1 Teknik Dirgantara di Institut Teknologi Bandung (ITB), S2 Aeronautika dan Astronautika di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan S3 Aeronautika dan Astronautika di ITB. Saat ini, beliau merupakan Chairman CAP Solutions ID, yakni sebuah perusahaan berdomisili Jakarta yang bergerak di bidang jasa konsultan.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

rapat dengan klien

6 Tips Memenangkan Hati Calon Klien Saat Meeting

Oleh Mohamad Ario Adimas. Bagaimana kita menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi klien yang level pekerjaannya lebih tinggi?

Jan 29, 2024 2 Min Read

kerja

Ekspektasi vs. Realita Dunia Kerja

Dunia kerja itu merupakan dunia yang penuh kejutan. Saking terkejutnya, apa yang kita ekspektasiin sangat melenceng dari harapan kita. Maka dari itu, yuk tonton video kita sampai habis ya!

Aug 26, 2021 5 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest