Menemukan Rasa Syukur di Tengah Krisis

Ahmed, Pexels
Menemukan rasa syukur saat cahaya paling sulit ditemukan
Dari semua ‘sikap’ yang bisa kita miliki, sikap penuh syukur adalah yang paling penting dan paling mengubah hidup." — Zig Ziglar
Mudah untuk merasa bersyukur saat hidup berjalan baik. Tapi bagaimana saat tidak? Bagaimana rasa syukur bisa membantu ketika kita sedang melewati masa-masa yang benar-benar sulit?
Dalam pekerjaan saya sebagai pelatih, relawan, ayah, dan teman, saya sering mendampingi orang-orang dalam momen tergelap mereka. Ada yang kehilangan kesehatan, persahabatan, pernikahan. Ada yang kehilangan rumah karena banjir atau kebakaran. Ada pula yang kehilangan pekerjaan yang mereka cintai, atau yang paling berat, kehilangan orang yang mereka kasihi.
Di saat seperti itu, ketika patah hati terasa tak tertahankan, bagaimana mungkin rasa syukur bisa membantu?
Seorang bijak pernah mengajarkan kepada saya bahwa rasa syukur memiliki kekuatan untuk menyembuhkan. Jujur saja, awalnya saya sulit mempercayainya. Bagaimana mungkin bersyukur bisa mengubah sesuatu saat kita berada di titik terendah? Namun seiring waktu, saya menemukan bahwa itu benar adanya. Berkali-kali, saya melihat bagaimana memilih untuk bersyukur dapat melunakkan rasa sakit dan membawa cahaya ke tempat paling gelap.
Ketika ayah saya meninggal dunia, saya dipenuhi penyesalan. Saya berharap bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya di hari-hari terakhirnya, lebih sering menelepon, menjadi anak yang lebih baik. Ia adalah salah satu pahlawan terbesar dalam hidup saya, dan saya merasa telah mengecewakannya.
Namun, saat pemakaman tiba, sesuatu yang tak terduga terjadi. Saat keluarga kami berkumpul di kapel untuk merayakan hidupnya, kenangan indah bermunculan. Rasanya penuh tawa dan kebahagiaan. Saya bisa mendengar suaranya bernyanyi diiringi piano yang dimainkan ibu. Hari itu lebih banyak senyum daripada air mata. Dan di tengah kesedihan itu, saya merasakan sesuatu yang kuat: rasa syukur.
Saya begitu bersyukur atas sosok ayah saya. Untuk setiap pertandingan tenis yang kami mainkan, setiap pelajaran yang ia ajarkan, setiap pelukan, setiap kata baik. Rasa terima kasih perlahan menghapus rasa bersalah dan menggantinya dengan kedamaian.
Saat itu saya menyadari bahwa rasa syukur tidak menghapus rasa sakit, tetapi membantu kita menanggungnya dengan ketenangan.

Kourosh Qaffari. Pexels
Sering kali, ketika kita menghitung berkat, kita fokus pada hal-hal yang kita miliki atau yang telah kita capai. Namun, saya belajar untuk tidak hanya bersyukur atas sesuatu, melainkan bersyukur di dalam sesuatu. Saya juga belajar bahwa berkat terbesar adalah momen-momen itu sendiri. Dan terkadang, momen yang sulit justru yang paling banyak mengajarkan kita. Mereka mengingatkan bahwa kita lebih kuat dari yang kita kira, dan bahkan di tengah kesulitan, kita bisa bertumbuh. Hari ketika saya kehilangan ayah adalah salah satu hari paling berat dalam hidup saya, namun juga menjadi momen yang paling saya syukuri.
Saya sering teringat pada tokoh Ayub dalam Perjanjian Lama. Ia memiliki segalanya, lalu kehilangan semuanya. Namun bahkan di saat tergelap, ia tetap bersyukur. Kata-katanya masih bergema hingga kini: “Aku telanjang keluar dari kandungan ibuku, dan telanjang juga aku akan kembali ke sana; Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil; terpujilah nama Tuhan.” Ayub memahami satu hal penting: rasa syukur bukan tentang apa yang kita miliki, tetapi tentang bagaimana kita melihat. Bahkan ketika segalanya diambil, hati yang penuh syukur masih punya ruang untuk berterima kasih.
Saya tidak pernah lupa betapa diberkatinya saya. Bahkan ketika hidup terasa sulit, saya tahu banyak orang lain yang akan dengan senang hati menukar tempat dengan saya. Bersama rekan penulis saya, Adrian Gostick, kami telah bepergian ke berbagai belahan dunia untuk membantu para pemimpin dan organisasi. Kami pernah diundang ke resor mewah, dan juga menjadi relawan di tempat-tempat penuh kesulitan, di mana orang-orang hidup tanpa air bersih, tanpa keamanan, tanpa kepastian tentang hari esok. Dan setelah semua itu, kami bisa pulang. Saya memutar keran, dan air bersih mengalir. Rumah saya hangat. Anak-anak dan cucu-cucu saya aman dan bahagia.
Di momen seperti itu, gelombang rasa syukur menyelimuti saya. Dan saya berusaha untuk menjaganya.
Kini saya bertekad untuk selalu bersyukur setiap hari, apa pun yang terjadi.
Saya berharap hari ini juga membawa momen rasa syukur bagi Anda. Bukan hanya untuk hidup Anda, tapi di dalam hidup Anda. Terutama di hari-hari yang sulit.
Kepribadian






