Saatnya Berkata ‘Tidak’ pada Peluang Pertumbuhan

Ann H, Pexels
Lebih banyak bukan berarti kemajuan apabila harus mengorbankan kejernihan
Di banyak tempat kerja, ambisi sering dipandang sebagai ukuran kesuksesan. Karyawan didorong untuk menerima setiap penugasan tambahan, proyek lintas fungsi, atau kesempatan kepemimpinan yang datang. Sehingga pertumbuhan kerap dipandang sama dengan kemajuan.
Namun meskipun berkata “ya” terlihat seperti langkah aman dalam karier, para profesional yang bijak memahami bahwa hal tersebut tidak selalu menjadi pilihan terbaik. Terkadang keputusan paling strategis justru adalah menolak dengan berkata “tidak”. Belajar kapan dan bagaimana menolak suatu peluang bukan berarti lari dari tanggung jawab. Itu adalah cara untuk menjaga kesuksesan jangka panjang, melindungi kesejahteraan diri, serta memastikan energi diarahkan pada pekerjaan yang benar-benar mendukung perkembangan karier dan memberikan dampak nyata bagi organisasi.
Mitos Pertumbuhan Tanpa Henti
Budaya kerja modern sering mengagungkan pertumbuhan yang berkelanjutan, menggambarkannya sebagai sesuatu yang diidamkan sekaligus tidak dapat ditolak. Dalam laporan Deloitte’s 2024 Global Human Capital Trends, sebanyak 81% pemimpin bisnis menyatakan bahwa agenda bisnis dan agenda manusia kini lebih terhubung daripada sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya harapan besar agar karyawan dan organisasi terus beradaptasi serta menerima tanggung jawab baru.
Baca Juga: Pembentukan Pemimpin Tanggungjawab Komunitas
Pesan yang muncul cukup jelas, peningkatan keterampilan, proyek tambahan, dan kontribusi ekstra dianggap sebagai jalur menuju kemajuan. Akan tetapi terdapat harga tersembunyi dari kebiasaan selalu berkata “ya”. Terlalu banyak komitmen dapat menurunkan kinerja, mengurangi dampak strategis, dan meningkatkan risiko kelelahan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019 secara resmi menetapkan burnout sebagai fenomena kerja, yang dihubungkan dengan stres kerja kronis yang tidak berhasil dikelola. Penelitian dari Psikolog Sosial Christina Maslach dan Profesor Michael Leiter menunjukkan bahwa burnout berdampak buruk pada produktivitas, keterlibatan, serta keberlanjutan karier jangka panjang. Jika ingin memahami lebih lanjut, kamu bisa membaca buku mereka The Burnout Challenge: Managing People’s Relationships with Their Jobs.
Menata Ulang Makna Kesuksesan
Saat berhadapan dengan prioritas yang saling bersaing, tuntutan yang berubah, dan tenggat waktu yang ketat, mudah bagi kita untuk terbiasa berkata “ya” pada segala hal. Namun reaksi otomatis semacam itu sering kali merugikan. Dalam lingkungan kerja yang kompleks dan cepat berubah, menerima terlalu banyak hal tanpa pertimbangan dapat merusak kekuatan utama yang membuat kamu efektif.
Perlu diingat, keberhasilan tidak diukur dari banyaknya aktivitas, melainkan dari kualitas dampak yang kamu berikan. Karena itu, berkata “tidak” dengan penuh pertimbangan memungkinkan kamu memfokuskan energi pada kontribusi yang benar-benar penting, yang sekaligus mendukung prioritas organisasi dan hasil yang diharapkan.
Seni Strategis dalam Berkata “Tidak”
Menolak sebuah peluang tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Hal ini membutuhkan kerangka berpikir yang matang dan strategis. Terdapat tiga faktor utama yang dapat dijadikan acuan praktis dalam menilai apakah suatu tugas baru pantas dijawab dengan “ya” atau sebaiknya “tidak”.
1. Keselarasan dengan tujuan profesional
Setiap peluang sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan aspirasi karir jangka panjang kamu. Pengembangan diri akan lebih kuat apabila dilakukan dengan tujuan yang jelas. Riset tentang manajemen karir menekankan pentingnya menyesuaikan peluang dengan jalur karir yang diinginkan agar meningkatkan kepuasan dan kemajuan. Tanyakan pada diri sendiri, apakah proyek ini akan membawa kamu lebih dekat ke posisi yang diharapkan dalam tiga hingga lima tahun mendatang. Jika tidak, besar kemungkinan hal itu lebih menjadi gangguan daripada batu loncatan.
2. Waktu dan kapasitas
Waktu dan energi merupakan sumber daya yang terbatas. Penelitian mengenai beban kerja dan kinerja menunjukkan bahwa tuntutan berlebih tanpa sumber daya yang memadai dapat menurunkan kepuasan dan hasil kerja. Sebelum menerima, pertimbangkan apakah kamu memiliki waktu, energi, dan dukungan yang cukup untuk menghasilkan pekerjaan yang berkualitas tanpa mengorbankan tanggung jawab utama. Tanyakan, apakah kamu benar-benar punya kapasitas untuk melaksanakan ini dengan baik tanpa mengorbankan standar di pekerjaan yang sudah ada? Jika tidak, reputasi kamu bisa terganggu karena hasil yang tidak sesuai harapan.
Baca Juga: Bagaimana Cara Mengelola Waktu Supaya Tetap Seimbang?
3. Visibilitas strategis
Tidak semua peluang memiliki tingkat visibilitas yang sama. Ada proyek yang menguras energi tetapi tidak memberi eksposur kepada pengambil keputusan yang berpengaruh terhadap perkembangan karier. Memilih peluang yang memberi visibilitas pada pihak yang tepat adalah bagian penting dari kemajuan karier. Tanyakan pada diri sendiri, apakah tugas ini akan mempertemukan kamu dengan orang-orang yang bisa berperan pada masa depan karier? Apakah ini akan menampilkan kekuatan kamu sesuai reputasi yang ingin dibangun?
Namun, tidak adanya visibilitas bukanlah satu-satunya alasan untuk menolak. Ada faktor lain yang juga berharga, seperti minat pribadi, kesempatan belajar, atau kesesuaian dengan nilai. Jangan hanya terpaku pada apa yang tampak di permukaan.
Apabila ketiga faktor ini digabungkan, maka akan muncul pertanyaan sederhana: Apakah ini selaras dengan tujuan belajar dan pribadi saya? Apakah saya punya kapasitas? Apakah ini akan meningkatkan visibilitas saya di mata pihak yang tepat? Jika dua atau lebih jawaban adalah “tidak”, maka alasan untuk menolak semakin kuat.
Cara Berkata “Tidak” Tanpa Merusak Hubungan
Menolak suatu peluang bukan hanya tentang pengambilan keputusan, tetapi juga mengenai cara berkomunikasi. Cara penyampaian dapat memperkuat atau bahkan merusak hubungan.
Sebagai contoh, seorang Manajer Eksekutif berpengalaman yang saya dampingi. Ia diminta bergabung dengan kelompok kerja untuk merancang ulang program dampak sosial perusahaan. Inisiatif ini baik, namun setelah dipertimbangkan dengan ambisi jangka panjangnya untuk masuk ke peran kepemimpinan operasional, ia menyadari bahwa hal tersebut bukan pilihan yang tepat.
Alih-alih menerima secara otomatis, ia menanggapinya dengan bijak. Ia mengakui nilai dari inisiatif tersebut, mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan, kemudian menjelaskan bahwa fokusnya saat itu adalah pada proyek-proyek yang membangun keterampilan operasional dan strategis. Ia bahkan merekomendasikan rekan yang lebih berminat pada bidang keberlanjutan. Beberapa bulan kemudian, ketika muncul proyek transformasi dengan visibilitas tinggi di unit bisnisnya, ia dipilih untuk mengambil peran penting. Keputusan yang dibuat sebelumnya bukan hanya menjaga kapasitas, tetapi juga memperkuat kredibilitasnya sebagai sosok yang mampu menilai dengan jernih di mana dirinya bisa memberi nilai terbesar.
Pelajaran yang dapat diambil cukup jelas, mengatakan “tidak” dengan hormat dan profesional tidak akan menutup pintu. Sebaliknya, hal tersebut dapat membuka jalan menuju kesempatan yang lebih baik.
Terdapat empat strategi yang dapat membantu dalam hal ini:
1. Ucapkan terima kasih
Akui tawaran serta kepercayaan yang menyertainya. Ucapan sederhana seperti “Terima kasih sudah mempertimbangkan saya” sudah cukup memberikan kesan positif.
2. Jelaskan dengan singkat dan positif
Berikan konteks secukupnya agar mudah dipahami tanpa terdengar defensif. Misalnya, “Saat ini saya sedang fokus pada inisiatif yang selaras dengan prioritas utama agar dapat memberikan hasil terbaik.”
3. Tawarkan alternatif atau kompromi
Apabila memungkinkan, sarankan rekan lain yang mungkin memperoleh manfaat dari peluang tersebut atau tawarkan dukungan terbatas. Hal ini menunjukkan niat baik serta sikap solutif.
4. Tegaskan antusiasme untuk peluang di masa depan
Jaga agar hubungan tetap terbuka. Misalnya, “Mohon ingat saya untuk inisiatif mendatang yang lebih sesuai dengan prioritas strategis, saya akan senang berkontribusi pada saat yang tepat.”
Jika disampaikan dengan cara demikian, kata “tidak” bukanlah bentuk penolakan, melainkan pengalihan arah. Hal ini mencerminkan kedewasaan, kesadaran diri, serta kemampuan menilai secara strategis.
Baca Juga: Berani Menolak Pekerjaan Demi Prioritas
Membangun Keberanian untuk Memilih dengan Bijak
Kesulitan untuk berkata “tidak” bukan hanya soal praktis, tetapi juga soal psikologis. Teori pertukaran sosial menjelaskan bahwa karyawan merasa memiliki kewajiban untuk membalas kesempatan atau keuntungan yang diberikan, karena hubungan di tempat kerja dibangun atas dasar timbal balik. Akibatnya, seseorang dapat merasa bahwa menolak peluang akan merusak reputasi maupun hubungan.
Namun selalu berkata “ya” justru dapat menimbulkan hasil yang berlawanan. Beban kerja bisa menjadi terlalu berat, hasil yang diberikan tidak maksimal, dan kesempatan untuk pekerjaan yang lebih berdampak dapat terlewatkan.
Keberanian dalam membuat keputusan muncul dari pemahaman bahwa “tidak” bukanlah bentuk penarikan diri, melainkan investasi untuk dampak jangka panjang. Dengan memilih peluang yang sejalan dengan tujuan, kamu lebih mungkin tetap terlibat, terhindar dari burnout, dan meraih kepuasan dalam karir.
Selain itu, kemampuan berkata “tidak” juga mencerminkan kepemimpinan. Seorang pemimpin diharapkan mampu memilih, menetapkan batasan, dan mengalokasikan sumber daya dengan bijak.
Langkah Selanjutnya
Dalam menghadapi kompleksitas dunia kerja modern, terdapat beberapa kebiasaan yang bisa membantu kamu berlatih membuat keputusan yang tepat:
- Buat kompas karier: Lakukan refleksi secara rutin terhadap tujuan jangka panjang agar dapat menilai setiap peluang dengan cepat.
- Pantau kapasitas diri: Pahami secara realistis beban kerja dan energi yang dimiliki. Alat seperti audit sumber daya atau tinjauan mingguan dapat membantu menghindari terlalu banyak komitmen.
- Cari mentor atau sponsor: Diskusikan peluang dengan individu yang dipercaya atau pelatih eksekutif yang dapat memberikan perspektif berbeda.
- Latih bahasa “tidak": Biasakan melatih cara menyampaikan penolakan. Rasa percaya diri akan tumbuh seiring dengan latihan.
- Ubah cara pandang soal sukses: Ukur kemajuan bukan dari jumlah peluang yang diambil, melainkan dari kualitas serta dampak dari pilihan yang dibuat.
Keberanian untuk mengatakan “tidak” mungkin terasa bertentangan dengan budaya umum, tetapi sangat diperlukan. Profesional yang menolak peluang dengan strategi bukan berarti menutup pintu, melainkan memilih pintu mana yang ingin mereka masuki dengan penuh kesadaran.
Kepemimpinan
Tags: Jadilah Seorang Pemimpin, Kepemimpinan Tanpa Batas, Konsultasi, Pertumbuhan, Sifat Positif