Paradoks dalam Proses Rekrutmen Modern

Oct 02, 2025 6 Min Read
Seorang Pria Berbicara dengan Pelamar Wanita
Sumber:

Tima Miroshnichenko, Pexels

Proses rekrutmen merupakan salah satu aspek paling krusial dalam manajemen sumber daya manusia. Tugas seorang HRD atau recruiter adalah memilih kandidat yang sesuai dengan kriteria perusahaan melalui serangkaian prosedur administrasi, wawancara, serta tes psikologi. Namun, terdapat fenomena menarik yang muncul, baik di dalam maupun di luar jam kerja, yang kerap dianggap sekadar "candaan", tetapi sebenarnya mencerminkan permasalahan yang lebih serius.

Candaan tersebut adalah kebiasaan ketika HRD atau recruiter, pada jam kerja, menjalankan tugas formal sesuai dengan prosedur standar. Namun di luar jam kerja, mereka kerap memberikan tips, saran, opini, serta arahan kepada kandidat mengenai bagaimana seharusnya bersikap dan menjawab pertanyaan agar diterima oleh HRD atau recruiter. Fenomena ini menciptakan paradoks dalam proses rekrutmen yang berdampak besar pada kandidat dan perusahaan itu sendiri.

HRD/Recruiter di Jam Kerja: Prosedur Standar yang Terstruktur

Pada dasarnya, pekerjaan HRD/recruiter adalah menjalankan proses rekrutmen sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini mencakup beberapa tahapan, antara lain:

  • Seleksi administrasi: HRD meninjau kualifikasi, pengalaman, dan keterampilan yang relevan dengan posisi yang dibutuhkan.
  • Wawancara: Memiliki tujuan untuk mengetahui lebih lanjut kepribadian, kemampuan komunikasi, dan potensi kandidat.
  • Psikotes dan tes teknis: Dimaksudkan untuk mengukur aspek psikologis serta keterampilan teknis kandidat, guna memastikan kesesuaian dengan posisi yang dilamar.

Baca Juga: Value Validation Project, Cara Pamungkas Lolos Interview User

Seluruh tahapan ini tampak objektif dan terstruktur. Pada tahap ini, proses rekrutmen terlihat rapi, terarah, serta dirancang untuk menemukan talenta terbaik yang sesuai dengan budaya dan kebutuhan perusahaan.

HRD/Recruiter di Luar Jam Kerja: Tips dan Saran yang Subjektif

Di luar jam kerja, dinamika yang terjadi justru berbeda. HRD atau recruiter sering kali memberikan tips atau saran kepada kandidat tentang bagaimana menghadapi proses rekrutmen. Misalnya dengan mengatakan, "Kamu harus terlihat percaya diri saat wawancara," atau "Pastikan kamu menjawab dengan cara yang menyenangkan." Terkadang, tips tersebut didasarkan pada pengalaman pribadi atau dari nasihat para senior dan pakar dalam bidang rekrutmen. Hal ini tampak membantu, tetapi terdapat sisi lain yang kurang disadari.

Saran-saran semacam ini sering kali menekankan pada bagaimana menyesuaikan diri dengan ekspektasi HRD dan recruiter, bukan bagaimana kandidat dapat menampilkan jati diri mereka secara autentik. Alih-alih menilai kandidat berdasarkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis, kreativitas, dan "out of the box", saran yang diberikan sering kali berfokus pada upaya memenuhi preferensi atau standar yang sudah ada.

Dampak: Rekrutmen yang Menjadi Stagnan

Dampak dari fenomena ini adalah proses rekrutmen menjadi seragam. Pertanyaan yang diajukan oleh HRD/recruiter hampir selalu sama dan bersifat standar karena mereka mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Hal serupa juga terjadi pada jawaban kandidat, yang cenderung terdengar seragam akibat tips yang mereka terima di luar jam kerja.

Akibatnya, kreativitas dan kejujuran dalam proses rekrutmen terkikis oleh kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi HRD. Ketika kandidat mengetahui apa yang harus dikatakan atau dilakukan agar diterima, mereka cenderung menyembunyikan bagian dari diri mereka yang sebenarnya. Hal ini menciptakan ilusi kesesuaian yang berpotensi merugikan perusahaan dalam jangka panjang.

Baca Juga: Rahasia Membuat Hasil Pelatihan Bertahan Jangka Panjang

Proses ini menanamkan pola pikir bahwa untuk dapat diterima, seorang kandidat harus mengikuti aturan yang sudah berlaku, bukan menampilkan ide-ide kreatif atau pendekatan inovatif yang mungkin lebih bermanfaat bagi perusahaan ke arah yang lebih baik.

Kandidat yang Kehilangan Kreativitas dan Kejujuran

Dampak lainnya adalah banyak kandidat yang secara tidak langsung terdorong untuk tidak sepenuhnya jujur mengenai diri mereka. Mereka merasa harus memberikan jawaban yang sesuai dengan ekspektasi HRD, bukan jawaban yang benar-benar mencerminkan pola pikir asli mereka. Padahal, dalam dunia kerja saat ini, perusahaan semakin membutuhkan kandidat yang kreatif, berpikir di luar kotak, dan berani menyampaikan ide-ide baru untuk mendukung pertumbuhan dan inovasi perusahaan.

Ketika HRD atau recruiter memberikan tips berdasarkan pengalaman maupun preferensi pribadi, mereka secara tidak sadar mengarahkan kandidat untuk menjawab dan bersikap dengan cara yang "aman". Akibatnya, proses rekrutmen menjadi kurang beragam, dengan hasil kandidat yang terlihat serupa satu sama lain.

Tantangan Perusahaan di Era Modern: Kandidat Kreatif dan Out of the Box

Era digital saat ini menuntut perusahaan untuk bergerak cepat dan inovatif agar bisa bertahan dan berkembang di pasar yang sangat kompetitif. Inovasi dan kreativitas menjadi kunci utama bagi pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, proses rekrutmen yang hanya mencari kandidat yang sesuai dengan pola standar lama justru dapat menjadi penghalang bagi kemajuan perusahaan.

Perusahaan sesungguhnya membutuhkan individu yang berani berpikir di luar kebiasaan, yang mampu melihat masalah dari perspektif berbeda, serta yang mampu menghadirkan solusi inovatif. Namun, dengan cara perekrutan yang ada, kandidat yang memiliki potensi tersebut sering kali tersembunyi di balik jawaban yang terkesan "tepat" tapi tidak jujur.

Jika fenomena ini terus berlanjut, perusahaan berisiko hanya mendapatkan kandidat yang "tepat sesuai buku", tetapi kurang memiliki kreativitas dan pemikiran strategis yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan.

Haruskah HRD Mengubah Pendekatan?

Hal ini menjadi pengingat bagi para HRD dan recruiter untuk kembali merefleksikan pendekatan yang mereka gunakan. Jika perusahaan benar-benar ingin menemukan talenta yang kreatif dan inovatif, mereka harus memberikan ruang bagi kandidat untuk menampilkan versi terbaik dari diri mereka, tanpa harus menyesuaikan diri dengan pola pikir yang sudah terbentuk. HRD serta recruiter perlu memfokuskan perhatian pada bagaimana menciptakan proses rekrutmen yang mendorong kandidat menampilkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bukan hanya menilai mereka berdasarkan standar yang sudah ada.

Aksi Perubahan HRD/Recruiter

Beberapa langkah yang dapat dilakukan HRD atau recruiter untuk mengatasi permasalahan ini adalah:

1. Mengajukan Pertanyaan yang Lebih Fleksibel

Daripada berfokus pada pertanyaan yang standar dan sering kali mudah diprediksi, HRD dapat mencoba mengajukan pertanyaan yang lebih terbuka dan berbasis situasi.

Misalnya, "Bagaimana Anda akan menyelesaikan masalah X dengan cara yang belum pernah diterapkan di perusahaan kami?" Pertanyaan semacam ini dapat mendorong kandidat berpikir kreatif sekaligus memperlihatkan pola pikir mereka yang asli.

Baca Juga: 6 Tips Lancar Menjawab Pertanyaan Wawancara Kerja

2. Menyediakan Ruang untuk Ekspresi Diri

Proses rekrutmen kerap berlangsung sangat formal dan kaku. Memberikan ruang bagi kandidat untuk mengekspresikan diri, misalnya melalui proyek atau portofolio, akan membantu HRD melihat sisi lain kandidat yang mungkin tidak muncul dalam wawancara formal.

3. Mengubah Ekspektasi terhadap Jawaban Kandidat

HRD sebaiknya menerima keberagaman jawaban dan sikap kandidat, bukan hanya mencari mereka yang menjawab sesuai ekspektasi. Menilai jawaban yang berbeda sebagai potensi, bukan penyimpangan, akan membuka peluang munculnya ide-ide segar di perusahaan.

4. Mengurangi Saran yang Terlalu Subjektif

Daripada memberikan saran di luar jam kerja yang sering kali berdasarkan pendapat pribadi atau pengalaman individual, HRD dapat lebih fokus menekankan penyediaan sumber daya yang objektif bagi kandidat. Contohnya, memberikan tips umum tentang wawancara dan pengembangan diri, tetapi tetap mendorong kandidat untuk menjadi diri mereka sendiri selama proses seleksi.

5. Menciptakan Budaya Inklusif

Terakhir, HRD perlu membangun budaya perusahaan yang menghargai perbedaan dan kreativitas. Kandidat akan lebih merasa terdorong untuk jujur dan autentik apabila mereka mengetahui perusahaan menghargai keberagaman dalam cara berpikir maupun bersikap.

Kesimpulan

Proses rekrutmen saat ini, baik yang dilakukan di dalam jam kerja maupun di luar jam kerja, sering kali membuat kandidat terjebak dalam pola standar yang membatasi kreativitas mereka. Fenomena "candaan tapi beneran" ini menunjukkan bahwa tanpa disadari, HRD/recruiter sedang membentuk kandidat untuk menjadi seragam dan kehilangan potensi mereka untuk berpikir kreatif.

Di era modern, perusahaan justru memerlukan talenta yang berani berpikir berbeda, inovatif, serta siap membawa perubahan. Untuk mewujudkan hal tersebut, HRD dan recruiter perlu mengubah pendekatan, memberikan ruang bagi kreativitas, dan menciptakan proses seleksi yang menilai kandidat berdasarkan kemampuan mereka, bukan semata-mata kesesuaian dengan standar yang sudah ada.

Pada akhirnya, proses rekrutmen yang lebih inklusif, fleksibel, dan terbuka akan membawa manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang, dengan menemukan kandidat-kandidat yang dapat berkontribusi secara kreatif dan inovatif demi kemajuan perusahaan di masa depan.

Share artikel ini

Alt

Tito adalah profesional Human Capital dengan lebih dari lima tahun pengalaman di pengembangan organisasi, manajemen talenta, dan kepemimpinan proyek lintas sektor. Ia meraih gelar Sarjana Manajemen dan kini melanjutkan studi Magister Bisnis dan Manajemen.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Gambar Dua Wanita Paruh Baya Sedang Berdiskusi

Transisi Dari Kekayaan Intelektual ke Keabadian Inovasi

Artikel ini Ditulis Oleh : Dzuleira Abu Bakar. Transisi Dari Kekayaan Intelektual ke Keabadian Inovasi

May 25, 2023 5 Min Read

Alt

Bagaimana Satu Pesawat Membuat Semua Perbedaan

Mengenal Yayasan Aviasi Nusantara, yayasan yang masih cukup muda dari segi waktu tapi kontribusi mulia untuk masyarakat khususnya masyarakat tertinggal sangat nyata.

Feb 01, 2021 4 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest