Satu Cara Sederhana untuk Menjadi Tidak Bahagia

Dec 25, 2025 5 Min Read
Person Holding a Box with Red Ribbon
Sumber:

Antoni Shkraba Studio, Pexels

A String of Blue Beads oleh Fulton Oursler

Peter Richards adalah pria paling kesepian di kota itu pada hari Jean Grace membuka pintu tokonya. Mungkin Anda sempat membaca sedikit tentang peristiwa ini di surat kabar saat itu terjadi, meskipun nama mereka tidak pernah dipublikasikan, begitu pula kisah lengkapnya, seperti yang saya ceritakan di sini.

Toko Pete merupakan warisan dari kakeknya. Etalase kecil bertema Natal di bagian depan dipenuhi barang-barang kuno yang tersusun tidak beraturan. Ada gelang dan liontin yang dikenakan di masa lampau, cincin emas dan kotak perak, patung giok dan gading, serta figur porselen.

Pada sore musim dingin itu, seorang anak perempuan berdiri di depan etalase, dahinya menempel pada kaca. Matanya yang besar dan serius meneliti setiap harta yang tampak usang, seolah ia sedang mencari sesuatu yang sangat istimewa. Akhirnya, ia berdiri tegak dengan ekspresi puas lalu masuk ke dalam toko.

Bagian dalam toko Pete Richards yang remang-remang bahkan lebih penuh daripada etalasenya. Rak-rak dipenuhi kotak perhiasan, pistol duel, jam, lampu, dan lantainya dipenuhi andiron, mandolin, serta benda-benda lain yang sulit diberi nama.

Di balik meja kasir berdiri Pete sendiri, seorang pria berusia belum genap 30 tahun, namun rambutnya sudah mulai memutih. Ada kesan muram saat ia memandang pelanggan kecil itu yang meletakkan kedua tangan tanpa sarung di atas meja.

“Tuan,” kata si anak, “bolehkah saya melihat rangkaian manik-manik biru di etalase itu?”

Pete membuka tirai kecil dan mengangkat sebuah kalung. Batu pirusnya berkilau terang di telapak tangannya yang pucat ketika ia membentangkannya di hadapan anak itu.

Christmas display window

Memory Lane, Pexels

“Ini sempurna sekali,” gumam si anak pada dirinya sendiri. “Tolong bungkus dengan cantik ya.”

Pete memandangnya dengan ekspresi dingin. “Apakah kamu membelinya untuk seseorang?”

“Ini untuk kakak perempuan saya. Dia yang merawat saya. Ini Natal pertama sejak Ibu meninggal. Saya ingin memberikan hadiah Natal paling indah untuk kakak saya.”

Baca Juga: Hadiah Bagi Kita yang Sabar

“Berapa uang yang kamu punya?” tanya Pete dengan hati-hati.

Anak itu sedang sibuk membuka simpul saputangan kecil, lalu menuangkan segenggam uang receh ke atas meja. “Saya mengosongkan celengan saya,” katanya polos.

Pete Richards menatapnya dalam diam. Perlahan, ia menarik kembali kalung itu. Label harga terlihat jelas baginya, namun tidak bagi si anak.

Bagaimana ia harus menjelaskannya? Tatapan mata biru yang penuh kepercayaan itu menghantamnya seperti rasa sakit dari luka lama. “Tunggu sebentar,” katanya sambil berjalan ke bagian belakang toko. Sambil berlalu, ia bertanya, “Siapa namamu?”

“Jean Grace,” jawab si anak.

Ketika Pete kembali, sebuah bungkusan sudah ada di tangannya. Dibungkus kertas merah menyala dan diikat pita hijau. “Ini,” katanya singkat. “Jangan sampai hilang di jalan pulang.”

Jean Grace tersenyum sambil berlari keluar. Dari balik jendela, Pete melihatnya pergi, sementara perasaan hampa membanjiri pikirannya. Ada sesuatu tentang Jean Grace dan rangkaian manik-manik biru itu yang mengguncang kedalaman duka yang selama ini ia kubur.

Rambut si anak berwarna kuning keemasan, matanya biru seperti laut. Tidak lama sebelumnya, Pete pernah mencintai seorang gadis dengan rambut dan mata yang sama. Kalung pirus itu seharusnya untuknya. Namun pada suatu malam hujan, sebuah truk tergelincir di jalan licin, dan hidup pun menghancurkan mimpinya.

Sejak saat itu, Pete Richards hidup terlalu lama bersama dukanya, dalam kesendirian. Ia tetap ramah kepada pelanggan, tetapi setelah jam kerja, dunianya terasa kosong tanpa harapan. Ia mencoba melupakan segalanya dalam kabut iba pada diri sendiri yang semakin hari semakin pekat.

Mata biru Jean Grace memaksanya mengingat kembali apa yang telah hilang. Rasa sakit itu membuatnya menjauh dari keriuhan para pembeli Natal.

Selama sepuluh hari berikutnya, perdagangan berjalan ramai. Para perempuan berceloteh masuk, memegang perhiasan kecil, menawar harga. Ketika pelanggan terakhir pergi pada malam Natal, Pete menghela napas lega. Semuanya berakhir untuk tahun ini.

Namun bagi Pete Richards, malam itu belum selesai.

Pintu terbuka, seorang wanita muda masuk dengan tergesa. Dengan terkejut, Pete merasa wajahnya begitu familiar, meski ia tidak ingat di mana pernah melihatnya. Rambutnya kuning keemasan, matanya biru besar.

Tanpa berkata apa-apa, wanita itu mengeluarkan bungkusan dari tasnya. Kertas merahnya terlepas, pita hijaunya masih ada. Tak lama, rangkaian manik-manik biru itu kembali berkilau di hadapan Pete.

“Apakah ini dari toko Anda?” tanyanya.

“Ya,” jawab Pete lembut.

“Apakah batunya asli?”

“Ya.”

“Apakah Anda ingat kepada siapa Anda menjualnya?”

“Seorang anak kecil. Namanya Jean. Ia membelinya untuk hadiah Natal kakak perempuannya.”

“Berapa harganya?”

“Harga,” kata Pete dengan sungguh-sungguh, “selalu menjadi urusan rahasia antara penjual dan pembeli.”

“Tapi Jean tidak pernah punya uang lebih dari beberapa receh. Bagaimana ia bisa membayarnya?”

Pete melipat kembali kertas hadiah dengan rapi, membungkus bungkusan itu seperti semula. “Dia membayar dengan harga terbesar yang bisa dibayar siapa pun,” katanya. “Dia memberikan semua yang dia miliki.”

Keheningan memenuhi toko kecil itu. Dari kejauhan, lonceng gereja mulai berdentang.

Bunyi lonceng, bungkusan kecil di atas meja, pertanyaan di mata wanita itu, dan perasaan pembaruan yang aneh di hati Pete, semuanya hadir karena kehidupan seorang anak.

“Tapi mengapa Anda melakukannya?” tanya wanita itu.

Pete mengulurkan hadiah itu. “Sekarang sudah Natal,” katanya. “Dan sayangnya, saya tidak punya siapa pun untuk diberi hadiah. Bolehkah saya mengantar Anda pulang dan mengucapkan Selamat Natal di depan pintu rumah Anda?”

Maka, diiringi dentang lonceng dan di tengah orang-orang yang bergembira, Pete Richards dan seorang wanita yang namanya belum ia ketahui berjalan keluar, menyongsong awal dari hari besar yang membawa harapan bagi kita semua.

Hukum Tersembunyi dari Pengembalian Emosional

Kisah ini menyimpan salah satu rahasia terbesar kebahagiaan manusia. Kita merasakan kebahagiaan paling murni justru pada saat kita menciptakannya untuk orang lain.

Dengan kata lain, salah satu cara untuk menjadi tidak bahagia adalah menjadikan segalanya tentang diri sendiri.

Ada kebenaran hidup yang sederhana. Apa pun yang kita berikan akan kembali kepada kita, sering kali dalam bentuk yang berlipat ganda. Itulah makna di balik rangkaian manik-manik biru itu.

Baca Juga: Menemukan Kebahagiaan dalam Hal-Hal Sederhana

Di tengah kesibukan musim liburan, jika Anda ingin merasakan kebahagiaan dan sukacita, luangkan beberapa saat untuk menyebarkannya kepada orang lain:

  • Menelepon teman lama yang membutuhkan dukungan.
  • Menghubungi dan memaafkan seseorang yang pernah melukai Anda.
  • Mengucapkan kata-kata yang menenangkan kepada anggota keluarga.
  • Menulis pesan yang selama ini tertunda.
  • Lebih sering tersenyum kepada orang lain.
  • Mengatakan pada siapa pun, bahkan orang asing, mengapa Anda menghargai mereka.
  • Mengunjungi orang tua atau lansia yang merindukan perhatian penuh Anda.
  • Menghabiskan waktu bersama seorang anak.
  • Memberikan sesuatu dengan tulus.

Kemungkinannya tak terbatas, dan Anda sebenarnya sudah mengetahuinya.

Amsal 4:7 membagikan pengamatan bijak tentang sifat manusia, “Dalam segala yang kau peroleh, perolehlah pengertian.”

Harapan tulus saya, semoga Anda merayakan Natal yang penuh berkat.

Terima kasih sudah membaca. Anda luar biasa!

Share artikel ini

Alt

Terry Small adalah pakar otak asal Kanada yang percaya bahwa mempelajari ‘cara belajar’ adalah keterampilan paling penting yang dapat diperoleh seseorang.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

otak manusia

Menjadi Kapten untuk Pikiran

Oleh Agung Setiyo Wibowo. Saat ini, apakah Anda menjadi kapten atau budak dari pikiran?

May 17, 2024 2 Min Read

Wawancara Kepemimpinan: Kepemimpinan Yang Melayani

Kepemimpinan Yang Melayani

Theo Litaay, SH, LLM, Ph.D, membahas penerapan kepemimpinan yang melayani dalam organisasi untuk meningkatkan kinerja tim dan kesejahteraan.

Feb 19, 2025 56:41 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest